Halaman

Sabtu, 12 Desember 2015

Berani

Kau mungkin hilang lenyap

Namun aku tak merasakan itu

Kau tanyakan padaku apakah aku bahahagi ??

Berani sekali kau tanyakan itu

Apa kau masih belum paham pernyataan ku waktu itu ??

Apa perlu ku ulangi lagi ??

Bye, aku bahagia :)

Selasa, 17 November 2015

Muncul tak berisyarat

Tengtong...

Lama tak ada kata 'hai' untukku

Lama sekali, sehingga aku memiliki kesimpulan

Bahwa kau telah diambil-Nya

Bukan maksut apa apa

Tapi, saking ak pedulinya kau

Aku berusaha menghubungimu

Tapi percuma kau seperti menghindar

Sekarang kau muncul,

Tapi kemunculanmu tak penting,

Sedikitpun kau tak mengatakan 'apa kabar' atau apa yg ingin kau utarakan

Sama sekali tidak

Kau langsung saja berbicara yg tak ingin ku dengar

Itu lah kau, lupa dengan ini..

Selasa, 10 November 2015

Terpaksa

Keterpaksaan akan membuatmu sengsara. Mungkin sekarang kau belum menyadari, suatu saat lewat sebuah lorong hitam kecil kau akan diperlihatkan. Sebuah keingin besar yang kau memiliki mungkin masih belum bisa menghapusnya. Menangislah jika kau ingin, tapi rasanya tak mungkin. Senyum saja susah untukmu. Kau masih sadar? jika kau masih sadar carilah jalan itu.

Minggu, 08 November 2015

Batik Coklat

Batik coklat kau kenakan

Batik coklat mungkin kau suka

Batik coklat pendek

Celana panjang putih

Sepadan dengan batik coklatmu

Kau duduk, putih memudar kotor

Tak suci lagi

Batik coklat...

Sabtu, 07 November 2015

Tuhan Akan Mengambilnya

Tuhan kan mengambilnya

Tuhan berhak untuk apapun itu

Namun kesabaranmu sungguh luar biasa

Kau bertahan hingga saat ini berkat kau kuat

Kau hebat

Kau tangguh

Kau sabar tak mengeluh

Mungkin itu yang membuat Tuhan luluh untukmu sehingga kau masih diberi kesempatan

Tuhan baik

Tuhan bijaksana

Kau yg terbaik untuk Tuhan

Kau harus membalasnya dengan memberikan yg terbaik untuk-NYA

Don't be sad

Sedih yang tengah kau rasakan pasti akan ada akhirnya

Tak akan abadi kesedihan ini

Di akhir badaimu kan ada pelangi

Hangatnya mentari kan menyinari hati

Jangan pernah berkecil hati

Jangan lupa indah kasih cinta-NYA

Jangan sedih lagi

Pertama Kali

Rintihan pertama kali

Namun bukan air mata

Namun bukan kepedihan

Ya itu datang setelah sekian lama

Menunggu..

Hujan, kau datang

Bahagia, wajah ini tersenyum saat melihatmu

Walau hanya sekejap tak lama dapat menikmatimu

Namun masih bisa untuk dinikmati, kau...

Selasa, 27 Oktober 2015

Terakhir

Mungkin kau bukan pertama di hatiku

Mengisi ruang kosong yang ber-ruang hampa

Hampa, tak ada seorangpun

Kau mungkin suatu saat akan masuk ke ruang hampa ini

Kau mungkin menjadi pengisi terakhir

Semoga saja bukan sekedar kata mungkin


Senin, 19 Oktober 2015

Aku Punya Hati

Meski cinta kita hanya tertulis

Tertulis di atas kertas tinta hitam

Tapi dia tak pantas membuatku seperti sampah

Aku masih punya hati

Aku bukan seperti kertas

Hati ku bukan terbuat dari kertas

Yang bisa kau remas-remas semaumu

Jumat, 16 Oktober 2015

Rangkaian Kata

Dulu kau begitu penasaran dengannya

Siapa dia ? dimana dia ?

Dia begitu bersajak

Rangkaian kata mudah baginya

Membuat siapapun orang melihatnya akan kagum

Aku menyuruhmu jujur "Siapa bersajak itu?"

Katamu "Tak seru jika aku tahu"

Dan kini kau tahu melalui hal publik, tahu sendiri

Tanpa dia jujur

Terus kini kau mau apa setelah ini tahu?

Kembali awal,

ketidaktahuan. Kepura-puraa.

Mungkin Aku Salah

Mungkin aku salah

Perkataan ku sebelumnya mengganggumu

Aku bercerita

Kau tak suka ceritaku ini

Mungkin aku salah

Aku membuat kesalahan terdahulu yg pedih

Mungkin aku salah

Rintihan air matamu mengisyaratkan

Mungkin aku salah

Ah sudahlah, aku selalu salah..

Mungkin Aku Salah

Mungkin aku salah

Perkataan ku sebelumnya mengganggumu

Aku bercerita

Kau tak suka ceritaku ini

Mungkin aku salah

Aku membuat kesalahan terdahulu yg pedih

Mungkin aku salah

Rintihan air matamu mengisyaratkan

Mungkin aku salah

Ah sudahlah, aku selalu salah..

Botol

Lonjong, bentukmu

Menolong orang, pastinya

Seteguk saja cukup

Tetes demi tetes di leher

Wujud mengisyaratkan segar kehidupan

Putih warna air seperti kesucian

Rabu, 14 Oktober 2015

Benci yang kau utarakan

Ku tak mengerti apa yang kau utarakan

Aku tak paham apapun itu

Tiba-tiba kau mengatakan itu

Kau mengatakan "aku melihatnya dengan yg lain"

Aku awalnya tak apa sampai rintihan air mata ini jatuh

Tapi hatipun "tak penting memberi air mata ini untuknya, tak guna"

Air mata ini lebih berharga dari kau

Selamat atas kebahagianmu saat ini

Semoga tak berakhir seperti ku, dia

Selasa, 13 Oktober 2015

Benci karena terpisah

Kita terpisah jauh

Hampir berapa lama hingga tak terhitung

Kau membenciku,

Aku mengganti posisimu

Kau makin murka

Niatku hanya ingin menolong impianmu

Namun kau tak mengerti

Kita ini sama, hanya lumpuh yang beda

Tapi mengapa kau tak menerima

Aku ini sama untukmu

Aku selalu ingin dengan kau

Meski kau tak ingin itu

Senin, 12 Oktober 2015

Usapan tangisan

Kau tau apa yang ku inginkan

"menangislah, keluarkan sepuas yang kau mau"

Aku memelukmu, tenang

Kau memelukku dan mengusap air mata yang jatuh

"kau masih ingin menangis? tak apa, lanjutkan.

Aku disini menemanimu hingga tangisanmu usai."

KETIKA

Ketika Tuhan mengirim malaikat

tapi malaikat itu seketika hilang

berubah menjadi malaikat bersayap rapuh

Ketika Tuhan mengirim mlaikat pengganti

dan malaikat itu tak lebih baik darinya

Ketika Tuhan mengambil keduanya,

begitukah cara Tuhan memperlihatkan keadilan-Nya

Sakit ?

Sakitkan...

Siapa suruh saat dia ada, kau kemana ?

Hilang,

Sekarang dia dengan yang lain

Kau ngerasa hilang, ngerasa beda ?

Salah dia ?

Salahku ?

Terus lantas salah siapa ??

Kini perhatian untuk orang lain

Kau kehilangan ?

Percuma kau kehilangan, dia bahagia meski ada sedikit kau dihatinya

DIAM

Diammu menghancurkan dunia

Bicaralah

Untaian katamu sangat dibutuhkan

Diam, tanpa kata

Membela sekali saja

Jangan terlalu nurut, kau

Kau dia, kau hancur

Hidupmu...

Robot

Kau seperti robot

Gerakan, hidup segalanya diatur

Geram aku melihatmu

Kasihan? Percuma dikasihani

Wajahmu merah bukan cinta tapi takut

Penggerak robot selalu menyalahimu

Kau turuti? Benar - benar hancur hidupmu

aku siapa ?

Mungkin kau berhasil mencampakanku

Aku pun merasa sakit

Tapi aku sadar kau hanya seseorang yang ada dulu manis sekarang busuk

Perubahanmu seperti tak memperdulikanku sekarang

Kau menghilang semaumu

Kata - katamu musnah tanpa jejak

Tapi aku, kamu siapa ?

Aku, kamu hanya sekedar kasih bukan lebih seterusnya

TUHAN MENGIRIM MALAIKAT

1

Malam itu tak pernah terbayang hujan begitu lebat, jalan begitu gulita, tak ada satu orang pun yang berada di halte bis kecuali aku seorang. Begitu takut aku berada disana, beribu pikiran negatif pun muncul di pikiran ku, pikiran itu tak henti hilang terus saja mengikuti d kepalaku. Aku menunggu sangat lama untuk beberapa bis datang di hadapanku, tapi hari itu susah sekali untuk melihat satupun bis di depanku. Semakin tak jelas pikiranku. Sepanjang jalan tak ada juga satu pun orang yang lewat. Aku pun mencoba berjalan sedikit berharap bis di depanku. Semakin jauh aku berjalan, semakin jauh pula dari halte itu. Tak kuat lagi untuk berjalan, serasa mau tergeletak di tanah.
            Dari ujung jalan terlihat lampu senter kuning mobil bagian depan bersinar, sianaran itu semakin tajam terlihat dan semakin mendekat, begitu sinar itu mendekat aku sudah tergeletak di tanah. Seorang pria keluar dari mobil tersebut dan berusaha membangunkan ku, aku tetap saja tak bisa bangun, susah rasanya untuk bangkit. Langsung saja pria itu membawaku ke dalam mobil. Si pria itu bingung mau bawa kemana aku, sedangkan aku dan si pria itu tak saling sapa, belum pernah kenal sekali pun. Di pertengahan ujung jalan, si pria itu mencoba untuk membangunkan ku. Sedikit demi sedikit aku mencoba berusaha bangun, bangun untuk sadar. Akhirnya ku bisa sadar juga, dan si pria itu langsung senyum dan menanyakan alamat dimana aku tinggal. Aku tak langsung menjawab, aku malah bingung gak karuan, entah ada dimana aku. Tapi si pria itu berusaha mencoba menjelaskan bagaimana aku bisa bersama si pria asing itu. Ternyata pria asing itu seorang seperti malaikat penolong yang tersesat di kehidupanku untuk menjadi dewa penolong. Senyumannya begitu indah dan polos. Dengan masih bertubuh lemas aku pun mencoba mengucapkan “terima kasih” dengan senyuman yang amat lemas. Pria itu mananyakan dimana letak istana ku. Dan aku menuntunnya untuk menuju ke istana ku yang sangat indah. Di perjalanan aku dan si pria yang blum ku tahu siapa namanya, mengobrol asik seperti sudah kenal sebelum itu. Tak terasa waktu yg berada di tanganku jarum kecil menunjuk angka 11. Begitu sunyi disana. Sampai di depan komplek istana ku, dia baru menanyakan siapa namaku. Hal yang paling aku tunggu untuk keluar dari mulutnya. Setelah ku menjawab pertanyaannya siapa namaku “Nindy”, aku berbalik bertanya siapa nama malaikat penolong yang ada disebelahku saat ini. Ternyata dia adalah “Reza”. Seorang mahasiswa teknik elektro dan juga pengusaha café kecil-kecilan. Begitu baik dan ramah si malaikat penolong itu. Ketika ku turun dari mobilnya, aku tak boleh untuk turun. Dia membukakan pintu seperti yang ada di film-film. Hanya ucapan “thanks” yang dapat aku katakan. Pria itu tersenyum “urwell and nice to meet you”. Aku berbalas senyum nya. Saat ku masuk ke dalam istanaku, dia juga meninggalkan tempat dimana, dia mengantarku untuk pulang.Tak bisa ku hilangkan bayangan senyum itu. Malam terindah yang ku alami. Aku kembali melirik jarum kecil di tanganku. Ternyata jarum kecil itu berhenti di angka 12 lewat hampir menengahi di angka 1. Dan aku pun lupa kalau besok, aku harus berada di kampus pukul 08.00 untuk menghadap dosen yang sangat disiplin killer nya tiada yang menyaingi. Kostum ku sudah berganti piama. Saat untuk beristirahat di tempat yang terindah. Dan aku pun tiba-tiba memunculkan kata-kata “selamat malam” untuk seorang malaikat penolongku, meski telah ku tahu namanya “Reza” tapi aku tetap saja memanggilnya si malaikat penolong karna bagiku dia seperti malaikat yang dikirim Tuhan untukku. Dan aku memohon kepada Tuhan agar aku bisa menjumpai dirinya kembali, aku ingin membalas kebaikan yang telah dia beri kepadaku. Dan doaku pun untuknya “Tuhan jika di perkenanku, aku ingin bertemu dengannya kembali, jika itu kehendakmu ya Tuhan aku ingin membalas kebaikan yang telah dia beri untuk ku, itu saja Tuhan, thanks God.” Jarum kecil berhenti di angka 2, begitu terkejutlah aku, tapi aku tak bisa memejamkamkan mata ini. Kuputuskan untuk mengambil wudhu menghadap-Mu sejenak dalam tahajud. Dalam tahajud itu pun aku kembali mengucapkan itu, karena Tuhan tempat yang tenang untuk meluangkan isi hati. Tahajud selesai ku lakukan dan aku kembali untuk mencoba mengistirahatkan mata dan tubuh ini untuk hari esok. Dan tak lupa ku pasang alarm agar ku tak kelewatan untuk bergegas melihat sang mentari pagi yang tersenyum indah.
            Krrrriiiiinnnggggggggg… alarm yang ku pasang berbunyi tepat  pukul 7 lewat 15 dan handphone ku tak berhenti untuk berdering. Layar handphone memunculkan nama Difani. Difani adalah sahabat terbaik yang pernah aku punya.
            Difani terus saja membuat handphone ku bordering. Dan 1 message pun memenuhi layar handphone ku. Lagi-lagi Difani. “Nin, buruan gua udah di depan rumah loe.” Mobil Difani terus saja mengklakson di depan rumahku yang membuat berisik satu komplek.
            Aku pun menengok jarum yang ada di tangan ku, ternyata jarum itu sudah berada di angka 7 lewat 20. Aku sudah mengira Difani bakalan mengomel gak karuan.
            Masuklah ku kedalam mobil Difani. Sudah kuduga, begitu masuk aku disambut dengan omelan panjang si Difani. “Dari mana aja sih loe, super duper lama ?”. Ya memang aku yang salah, aku sudah membuat Difani menunggu lama. Ingin rasanya dalam benakku menceritakan hal yang kualami semalam. Tapi dalam hatiku berkata “Jangan dulu Nin, ini belum saatnya Difa tau tentang yang semalam.” Aku pun mengurungkan niat untuk bercerita. Tapi Difani melihatku dengan wajah bingung ketika melihatku seperti orang gelisah. “Kenapa sih loe Nin kayak orang bingung gitu?” jawabku dengan nada pelan dan ragu “Gak ada apa-apa kok Dif, santai aja.”
            Untung jalanan gak begitu macet. 8 kurang 10 sampai sekolah tercinta. Kita langsung menuju tempat dimana dosen yang kita mau temui. Ruang di lantai 4, dimana disitu tempat kita semua menemui dosen itu untuk mendapat sepercik ilmu yang mungkin bisa kita serap dari dosen itu. Meski dosen belum datang kita masih setia untuk menunggunya sampai datang ke tempat yang sudah kita setujui bersama.
            Hampir setengah jam menunggu. Dan tak ada tanda-tanda kehadiran beliau.
            10 menit setelah setengah jam itu, akhirnya beliau datang dan beliau meminta maaf karena telah mengingkari kesepakatan yang disepakati bersama itu. Dan beliau memulai membagikan sepercik ilmu yang beliau punya untuk kita serap.
            60 menit yang berkesan telah berlalu. Dan perutku terasa lapar karena pagi ini belum sempat sarapan. Aku dan Difani menuju kantin untuk membeli makanan untuk mengganjal cacing-cacing yang sedang berdemo dalam perutku ini.
            Saat ku menikmati makanan yang kupunya, sepintas nama Reza pun lewat dalam pikiranku. Aku seperti dihantui oleh bayangan seorang Reza. Kejadian semalam membuat ku tak bisa menghilangkan bayangan ku dari seorang yang bernama Reza. Tiba-tiba tak nafsu makan lah aku gara bayangan seorang Reza. Dan Difani melihat seperti tak biasanya aku seperti ini. Tapi Difani tak menanyakan kenapa aku seperti ini hanya melihatku dengan tatapan yang cukup aneh.
            Dalam pikiran ku hanya terlintas seberkas nama sederhana dari seorang yang bernama Reza. Reza Reza dan Reza hanya itu saja. Simple panggilan nya tapi bagiku nama itu sangat istimewa.
            Nama itu telah membuat ku sangat kebingungan tak karuan. Aku hanya berpikir, padahal aku belum lama mengenal dia tapi ada yang aneh dalam pikiranku untuknya. Sebuah pikiran yang tak biasa.
            Dengan cepat dan segera ku habiskan makanan ku. Dan langsung capcus menuju istana tercinta ku.
Di dalam mobil…
Pertanyaan itu pun akhirnya keluar juga dari mulut Difani. “Nin loe gak knapa-knpa kan ?” dengan expresi muka yang sangat kebingungan. Ku hanya menjawab dengan tersenyum. Aku tahu pasti dalam pikiran Difani masih bertanya-tanya ada apa denganku. Diam diam dan diam hanya itulah aktivitas yang kulakukan di sepanjang jalan hampir tak mengeluarkan satu huruf pun. Makin bingunglah sahabatku.
30 menit di dalam mobil, ternyata Difani tak membawaku ke istanaku. Dia membawaku ke sebuah tempat. Tempat itu seperti bukit. Sunyi, sejuk, hening. Sangat cocok untuk seorang yang ingin menyendiri dan ingin merenungkan suatu hal.
Di tempat itu ku bayangkan sosok malaikat itu, sosok yang sangat ku kagumi. Reza lagi Reza lagi, sepertinya hanya satu nama itu yang aku pikirkan. Kenapa harus Reza coba yang terlintas dipikiran ku, kenapa harus Reza yang muncul, sungguh satu nama itu membuat ku bingung. Ingin rasanya aku bertemu lagi dengan sosok malaikat penolong ku itu. Tapi apakah itu mungkin terjadi. Aku ahanya bias berharap pada Yang Maha Kuasa agar ku bias dipertemukan dengan sang malaikat ku itu. Tuhan pasti mendengarkn doa yang aku inginkan.
Di tempat ini aku pun bisa tenang. Difani emang sahabat terbaik yang ku punya, dia tau apa yang ku mau. Aku suka tempat ini, bisa untuk rileks menenangkan diri, besok besok kalau ingin rileks disini tempatnya lebih nyaman. Terima kasih Difani karena telah membawa ku ketempat seperti ini. J


















 2
Malam hari itu sangat lah dingin, angin berhembus sangat kencang, hawa nya sangat menyeramkan sampai  membuat bulu kuduk ku naik dan badan terasa gemetaran semua. Mana aku dirumah sendirian. Tapi tenang semua akan baik baik saja tak ada masalah disini. Setelah ku meyelesaikan semua pekerjaan sekolah ku yang bejibun, aku langsung membereskan nya dan aku langsung menuju bilik kamarku untuk beristirahat. Tapi baru saja aku mau merebahkan badanku, Difani tiba tiba menelpon ku. Seperti biasa dia menggosip ria padahal malam itu aku sedang tak ingin mendengarkan apa yang dia katakan. Tapi apa boleh buat aku terpaksa untuk mendengarkan celotehan dia.
Hampir 2 jam dia mengoceh akhirnya dia selesai juga dengan coletehan nya yang super duper dahsyat itu. Setelah dya mengucapkan kata bye dan see you, aku langsung mematikan hanphone ku dan kembali untuk merebahkan badanku ini.
Keesokan paginya…
            Aku terbangun di pukul setengah 6, rasa malas masih menghantuiku untuk bangun dari tempat yang paling nyaman di istanaku ini. Tapi, aku harus memaksakan untuk bangun agar Difani tidak nenunggu terlalu lama.
Seperti yang sudah kuduga sahabat ku menghampiriki lebih awal dari biasanya untung saja aku sudah siap kalau tidak dia bakalan ngomel-ngomel lagi.
Di dalam mobil ku berpikir, apakah ini saat nya aku menceritakan tentang malaikat itu kepada Difani. Tapi kalau tak cerita aku yang tak enak sendiri tapi kalau cerita bisa-bisa heboh deh. Hmmmm,ya udah lah kapan-kapan aja tapi pasti aku ceritakan kepada Difani tapi bukan sekarang ini bukan waktu yang tepat untuk cerita.
Sampai lah di kampus tercinta. Aku dan Difani bergegas untuk masuk ke dalam kelas. Ternyata di dalam kelas baru ada beberapa mahasiswa saja, tak apa-apalah dari pada telat.
            Sejam sudah ku berada di kelas. Waktu itu adalah mata kuliah yang gak ku suka banget. Sebenernya waktu nya sih 2 jam tapi dosen nya beri diskon waktu katanya sih ada urusan atau apa gitu, tapi buatku sih yang penting diskon waktu nya entah alasan nya apa aku gak begitu peduli, tapi tiba-tiba rasanya perut aku sakit ya, rasa nya perih banget. Oh y aku baru ingat kalau tadi pagi aku belum sempat sarapan. Difani melihat ekspresi mukaku yang kelaparan dia langsung berhenti disebuah kafe deket situ. “ya udah yuk Nin kita makan dulu liat tu mukelu kayak muke kebelet.” Difani says. Difani mengajakku makan d kafe itu.
            Setelah kita duduk disalah satu tempat duduk disitu, dan memasan sesuatu. Tiba-tiba tanpa sadar ku melihat seperti sosok malaikat penolongku waktu itu, tapi raut wajahnya tak begitu jelas pula tapi aku yakin itu pasti malaikat ku.
            15 menit berlalu dan akhirnya makanan yang dipesan datang juga. Aku makan dengan ekspresi masih tak percaya dengan yang aku liat barusan.
            “Nin, lo kenapa sih makan sambil ngelamun gitu ?” Difani menanyakan sambil kebingungan gitu. “Oh gak apa-apa kok Fan, aku cuma bingung aja. Aku memasang muka kayk orag kebingungan gitu. “Bingung kenapa coba ?” Difani tambah bingung.
“Fan lu ngeliat cowok yang lewat sini pakek baju merah gak ?”
“Ya elah Nin banyak kali yang pakek baju merah lewat sini, emang kenapa sih lu  Tanya begituan ?”
“Gak pa-pa kok Fan!”
            Tapi dalam benak ku, aku yakin kalo cowok yang memakai baju merah itu adalah sosok seorang yang membuat hidupku lebih indah meski aku baru bertemu dalam sekejap tapi aku sudah merasakan hal yang tak seharusnya aku rasakan untuknya.
            Kami telah menyelesaikan hidangan kami. Kami langsung menuju ketempat dimana Difani memakirkan mobilnya.
            Di depan pintu sosok berbaju merah itu ternyata lewat d sebelahku, dan tanpa sadar aku menyebutkan nama “Reza” dengan ekspresi terkejut. Sosok pria itu menoleh kepada ku  hanya dengan tersenyum dan langsung saja pergi tanpa berbicara apa-apa. Ku tinggalkan Difani berjalan menuju mobil sendirian demi mengejar pria itu.
“Reza kan, kamu masih ingat aku kah, ? aku yang kamu tolongin waktu itu ?”
“Iya masih, kenapa ? apa yang bisa dibantu?”
            Jawaban dari si pria itu seperti cuek tak menghiraukan akan keadaan ku yang ingin menyapanya sebentar saja. Dalam hati rasa sebel untuk si pria itu muncul secara tiba-tiba. Aku langsung meninggalkan pria itu dan lansung menuju mobil, ku membuka dan menutup pintu mobil dengan rasa marah gak karuan. Ku banting pintu mobil Difani. Difani pun heran melihat kelakuan ku yang seperti itu.
            Dalam pikiran ku juga, aku tak mau kenal dan aku gak mau tau apapun juga yang berhubungan dengan yang namanya Reza. Bagiku Reza adalah malaikat yang berubah menjadi seseorang yang menyebalkan, seseorang yang gak peduli akan sekitar, seseorang yang bagiku sangatlah menjengkelkan dan tak patut untuk dikenal lagi.
            Sampai di rumah aku langsung menuju kamar ku, tanpa menghiraukan apapun.
            Tapi baru ku sadari malam ini rumah ini begitu sepi sejak kepergian mereka, orang tuaku.kepergian papa dan mama ke Amerika untuk mengembangkan bisnis kelurga. Rumah ini seperti tanpa penghuni cuma aku dan bibi disini.
3
            Hari ini tak ada kuliah, aku ingin jalan-jalan sendirian tanpa orang yang menemani maka dari itu aku tak memberi tahu sahabatku kalau aku ingi jalan-jalan. Ku setir sendiri mobil ku kemana pun ku mau. Tiba-tiba ku tertuju di sebuah mall dan aku berhenti dan memakirkan mobilku disana.
            Jarum jam kecil ditangan ku tertuju pada angka 11. Berarti kesempatan jalan-jalanku masih lama. Ku susuri setiap lorong mall. Dan tiba-tiba aku merasakan capek dan aku berhenti disebuah foodcourt dan memesan sebuah camilan untuk menemaniku selama ku beristirahat. Dan pada saat ku memaikan HP ku, seorang pria menghampiriku. Tak disangka-sangka dan aku pun terkejut ternyata yang menghampiriku adalah Reza.
“Ngapain lo disini!”
“Emang kenapa, gak boleh kah ?”
“Ya terserah lo sih ni kan tempat umum juga kan, yang gua tanyain kenapa juga lo duduk disini sementara masih banyak kursi yang kosong disini!”
            Aku menjawab pertanyaan Reza dengan nada ketus biar tau rasa dia nya.
“Aku boleh minta nomer kamu gak ?”
“Buat apaan lo minta nomer gua!”
“Ya gak apa-apa sih, tapi kalo gak boleh juga gak apa-apa, aku juga gak maksa kok.”
            Tanpa berpikiran apapun aku pun langsung memberikan kartu nama ku dan Reza pun langsung pergi meninggalkan tempat dimana aku dan Reza sempat duduk bersama. Tangan ku taruh di jidat dan sambil berkata lirih “Bego! Bego kenapa coba gua langsung kasih kartu nama gua ke dia!”
            Dari kejauhan Reza seperti memberi kode tapi entah apa yang dikatakan Reza, dan ternyata dia ingin mengajakku makan malam besok, dan betapa syok nya aku ketika dia berbicara seperti itu. Seorang Reza gitu ternyata bisa seperti itu.
            Diperjalanan pun aku masih berpikir kok bisa aku diajak oleh seorang yang bernama Reza yang ternyata bukan seorang malaikat lagi buatku untuk diajak makan malam. Dalam pikiranku terus beranya-tanya akan hal itu.
            Sesampai dirumah ternyata bibi telah menunggu ku dengan rasa cemas karena aku pergi tak pamit dengan bibi.
“Aduh non kemana aja sih, bibi cemas sekali non Nindy gak pamit sama bibi tadi, non gak apa-apa kan ?”
“Hehehe, maaf bi tadi saya pingin jalan-jalan lupa pamit sama bibi, iya saya gak apa-apa kok bi.”
“Oh ya non tadi bapak telpon nanyain non kemana dan gimana kabar non Nindy. Makanan juga sudah saya siapkan di meja non.”
“Oh ya bi, makasih.”
            Setelah makan malam aku langsung menuju kamar dan tanpa sadar aku terus memandangi layar HP ku berharap Reza akan menelpon tapi rasa nya tak mungkin.
            Layar HP ku menyala dan berdering semoga saja yang menelpon Reza. Saking senengnya HP bordering tanpa aku melihat siapa yang  menelpon langsung saja aku angkat telpon itu. Tapi ternyata itu bukan Reza tapi Difani, ah kecewalah aku. Reza gak bakalan telpon deh.
            Malam yang ku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Bibi pun heran ketika melihatku berpakaian rapi seperti ini. Aku memakai gaun berwarna merah hati dan sepatu highells hitam. Baru kali ini aku berdadandan seperti ini, berdandan ala kadar nya seorang cewek. Mana pernah selama ini gua dandan kayak gini. Gua juga mikir kenapa gitu kok gua mau mau nya y dandan kayak gini buat demi seorang cowok yang namaya Reza.
            Setelah setengah jam menunggu akhir nya ada suara klakson mobil yang memanggil ku. Bener itu ternyata si Reza. Aku langsung terpaku pada mobil silver Reza.
Reza sepertinya heran ketika melihat penampilanku malam ini. Y sudahlah aku pura pura saja tak memperhatikan keheranan Reza.
Makan malam bersama Reza, pertanyaan yang selalu ada dalam pikiran ku dan aku pun susah untuk menerangkan alasannya mengapa.
Reza menatapku dengan rasa heran.
“Kenapa loe ??”
Reza heran dengan sikapku tapi kali ini nada suara Reza lembut banget tak seperti biasa nya. Dan aku  membalas pertanyaan Reza hanya dengan menggelengkan kepala.
Aku dan Reza pun telah sampai d sebuah restaurant yang cukup ternama di Jakarta.
Saking bingung nya, apapun  yang dikatakan oleh Reza, aku iya in aja. Sampai menu pun Reza yang pilihin. Aku disini seperti orang bingung, linglung, dan gak ngerti apa apa.
Disaat makan pun tanpa ku sadari dia pun memperhatikan ku dengan senyuman nya yang tak jelas itu. Aku semakin bingung dan berusaha membuang muka agar Reza berhenti memperhatikan ku.
Setelah makan aku pun bertanya pada nya.
“kok bisa ya, gua disini sama loe, seorang Reza gitu ?”
“Ya bisalah gua bisa ngajak siapa aja yang gua mau, rata rata g ada yang nolak kalo gua ajak jalan.”
            Jawaban Reza mengagetkan ku,. Dalam hati pun aku merasa. “Idih sumpah ya ini cowok nyebelin banget, super duper kepedean pula. Amit amit deh, najis tralala.”
“Buktinya loe mau kan gua ajak jalan, berarti bener kan gua dan emang kenyataan nya gitu.”
            Setelah Reza ngomong seperti itu semakin males lah aku. Jadi keburu pulang aja, aku males lama lama disini natap muka dia.
            Aku bukan nya tak menghargai dia karena telah mengajakku jalan tapi perkataan nya dia yang super duper nyebelin dan kepedean yang membuatku malas berlama lama disini.
            Dua  jam aku bersama nya. dua jam pula aku merasakan hal yang sebenarnya tak ingin aku rasakan. Malam itu sebenarnya adalah malam usang karena terasa hampa dan  terasa suram. Tapi ku pendam itu semua.
            Bener bener tanpa satu katapun kita ucapkan di makan  malam itu. Rasa nya ingin sekali untuk memulai pembicaraan tapi hati ini seakan selalu menolak untuk bicara. “Jangan bicara dulu ndy, gengsi dong loe kan cewek masa ngomong duluan sih.” Kalimat itu seolah olah selalu menhantui ku.
            Malam itu berakhir dengan tak menyenangkan. Kita datang, terus makan tanpa ngobrol satu patah kata pun lalu pulang begitu saja. Sampai dia nganterin depan rumah pun juga gitu. Dia hanya mengucapkan kata thanks dan bye doank. Dalam hati pun aku bergumam. Ya ampun segitu ngirit ngomong nya y dia sampai seperti itu.
            Begitu aku masuk istanaku dan langsung menuju tempat terindahku yaitu my small room, aku memekirkan sesuatu d tempat itu. “Kalo dia ngajakin gua keluar cuma buat gituan doank gak ada pembicaraan satu pun, ngapain juga dia ngajakin gua mendingan gak usah deh, nyesel pakek banget dah gua mau diajak sama dia makan sama dia. Besok besok g ada kata makan malam yang suram lagi suram lagi bareng dia, suer deh!”
            Aku pun melihat jam yang terpajang di dinding, dia menunjuk di angka antara 9 dan 10. Dan sialnya aku baru ingat besok ada ulangan. “OMG, gua baru inget kalau besok ada kuis, ya ampun kok bisa lupa sih gua. Mati lah gua besok!”
4
            Sengaja pagi pagi ku sudah di kampus agar ku bisa membuka apa yang ku pelajari semalam karena semalem pun ntah yang ku pelajari untuk kuis hari ini masuk apa tidak. Tiba tiba si Difani menghsmpiriku. “Gimana semalem? Sukses kah ?
“Sukses ? sukses apaan, sukses apanya. Gila ya semalem itu adalah malam yang super duper buruk yang pernah gue alami selama ini. Males gue kalo inget inget semalem.”
“Ih kenapa gitu bukan nya seru ya bisa dinner dengan seorang yang bernama Reza gitu?"
“Gak sama sekali, gua males udahlah gua males ngomongin dia lagi.”
            Setengah jam berlalu bu dosen pun datang dengan memebawa beberapa lembar kertas.
            Dalam hati gua, gua udah pasrah lah dengan keadaan, mau dijawab apa juga gak tau lah. Bener bener pakek ilmu insting lah kali ini.
            sepuluh soal ku jawab dengan waktu lima belas menit. Waw amazing banget kan tapi ntah kebenaran nya gimana itu jawaban. Yang penting udah terbebaslah  dari kuis.
Ccuuussss cannteeenn, sumpek gua disini..
            Mie ayam canteen ternyata bisa menenangkan ku ya mungkin untuk saat ini lah. Kunikmati mie ayam ku, tak kusadari bayangan Reza hadir sekilas membuat nafsu makan ku ogah ogahan. Kenapa coba semalem harus kuingat ingat lagi.
            Ah Difani datang. Hari ini kok gua rasanya  males banget ketemu dan bicara dengan Difani. Tapi ya jangan lah bisa perang dunia lah ntar. Biarin lah Difani duduk disampingku.
“Sayang apa kabar denganmu disini ku merindukan kamu!” I-ring handphone ku bordering. Eh ternyata cowok yang super duper nyebelin itu. Difani memaksaku untuk mengangkat. Tapi aku sama sekali nggak berminat.
“Angkat dong ndy telpon dari Reza.”
“Ogah, males banget. Trauma gua sama dia.”
“Ayolah ndy angkat aja siapa tau dia mau minta maaf.”
            Ku angkat telpon Reza dengan rasa malas dan terpaksa. Kalau tak dipaksa oleh Difani udah males banget gua ngangkatnya.
“Hallo.” dengan nadaku yang super duper jutek.
“Hallo, Nindy. Ndy gua minta maaf kejadian semalem.”
“Semalem? Emang ada apa semalem??”
“Ya elah ndy jangan gitu lah, gua bener bener mau minta maaf sama loe. Sebagai keseriusan gua minta maaf gimana kalo kita satnite besok kita dinner lagi. Kali ini gak lagi deh kayak kemarin.”
“Halah omdong doang loe.”
“Gua janji deh.”
“Yahh liat besok aja deh.”
“Jadi ? lu mau dinner bareng gua.”
“Entah deh!”
“Yeessss, ya udah gua jemput jam 7 ya. Bye!”
            Diffani ternyata penasaran dengan obrolan ku dengan Reza lewat telpon.
“Gimana ndy ?”
“Gimana apanya?”
“Ya si reza lah masa pak rektor sih.”
“iyyaa dia ngajakin gua dinner lagi sih.”
“Terus, terus lu jawab apa.”
“Ya gua jawab gimana nanti aja. Ya udahlah balik yukk, gua lagi males lama lama di kampus ini.”
            Aku bersama Difani menuju parkiran mobil. Bermaksud langsung pulang tanpa pun harus mampir satu tempat pun. Tapi kenapa sih dalam situasi seperti ini hanya nama Reza yang hadir dalam benak ku, padahal aku tak sama sekali menginginkan kehadiran nya dia disini. Wah bener bener bener seorang ya seorang Reza bisa buat gua kayak gini. Padahal dia gak ada asik asik nya sama sekali coba.
“ndy ndy nindy!”
“eh y iya, kenapa?”
“loe kenapa sih??”
“oh gua, gua gak pa pa.”
            Difani membangunkan lamunan ku dengan suara nya yang menggelegar.
“habis ini kita mau kemana?”
“hmm langsung pulang aja deh.”
“yakin?”
“ehemm.”
            Di kamar, tanpa ku sadari aku selalu ngeliat kalender yang terpajang di tembok kamar gua. “sekarang hari rabu, berarti kamis jumat sabtu 3 hari lagi donk gua keluar sama Reza. Oh My God, ada mimpi buruk apa lagi besok gua begitu dinner sama dia.”
3 hari itu telah berlalu. Welcome bad Saturday. Gua ngomong kayak gitu karena ada alasan nya karena ntar malem gua bakalan satnite bareng seseorang yang super duper nyeselin. Layar handphone gua nyala ternyata 1 message from Reza. “Jangan lupa ya nanti malam, gua jemput jam 7, okey.” Message itu hanya ku pandang doank untuk ku liat saja. Dan tiba tiba gua mikir juga, gua pakek baju apa coba buat ntar malem. Setelah ku pandangi beberapa koleksi gaun ku, aku pun tertuju pada salah satu gaun hitam berhias sabuk merah tali hitam tipis. Gaun ini mungkin yang mungkin cocok buatku malam ini.
Dan aku pun tinggal mencari pasangan nya untuk gaun ku. Sepatu hitam dan kalung bercorak montai hitam kecil-kecil. Aku ngerasa kok ada yang aneh dengan yang aku pakek. Tapi ada yang bagus juga. Jadi bingung lah aku dengan penampilan ku sendiri. Aku pun berpikir, apa suka Reza dengan penampilan ku. Tapi masa bodoh toh aku juga gak berniat buat pergi satnite sama dia.
Reza Reza dan Reza itu nama yang ku tunggu untuk malam ini. Hamper setengah jam aku menunggu nya di teras rumah. Aku menunggu dengan gelisah. Gelisah akan Reza.
Reza datang Oh My God posisi ku harus bagaimana ini ? aku tiba tiba saja ded-degan saat Reza memakirkan mobil depan pagar rumah ku dan mau menjemputku di teras rumah.
Reza masuk dan menatapku dari bawah sampai atas seperti hal nya seseorang yang terpesona ketika melihat keindahan. Aku melihat pandangan Reza ketika melihatku seperti antara rasa takut dan senang.
“Yuk sekarang.”
“Emang kita mau kemana sih?”
“Udahlah gak usah bawel ikut aja.”
“Idih mau ngomong gak, kalo gak kita gak jadi pergi.”
“Widih judes amat y, hahaha. Udah tenang aja pasti tempatnya seru kok.”
            Di dalam mobil ku pasang muka judes dan tak enak untuk nya. Begitu nyebelin nya dia, tapi….
            Sampai di suatu tempat.
“Sampai deh kita.”
“Loe bawa gua kemana?”
            Masuk lah kita. Reza membuka pintu mobil untuk ku. Ternyata dia membawa ku ke sebuah café musik jazz. Tempat itu begitu tak kudugu, tak pernah ku sangka.
            Duduk, Reza memesan sesuatu untuk menemani kita malam ini dan yang lebih mngejutkan nya lagi, kita mala mini di temani dengan musik jazz yang begitu mengagumkan.
            Tak lama kemudian pesanan kita datang. Makanan yang di depan tampak nya biasa tapi ada sesuatu yang membuat makanan ini beda. Mungkin gara-garanya di depan ku seorang Reza. Dan tak ku sangka Reza menyuapkan sedikit makanan nya untuk ku, itu yang membuat diriku semakin bingung.
            Di tengah dinner kita, Reza ingin mengatakan sesuatu, yang aku takutkan Reza menembak ku kalo itu benar terjadi aku belum siap.
            Tapi ternyata….
“Nin, aku mau bicara sesuatu sama kamu.
“Apaan? Serius amat kayak nya ?”
“Nin, jika aku tak lagi di hadapan mu kau jangan mencariku. Tunggu aku yang mencarimu.”
“Ma..ma..ma..maksud loe, gua gak ngerti apa yang loe omongin za.”
“Suatu saat kamu pasti ngerti apa yang aku maksud.”
“nggak, nggak jelasin dulu apa yang loe maksud tadi, plis jelasin ke gua.”
            (hening) Reza pun hanya tersenyum. Senyum Reza hanya membuatku semakin bingung aja. Apa sebenernya yang Reza mau ?
            21.00 kami pulang. Pulang dengan perasaan bingung dan bertanya-tanya.
“Nin kamu kenapa, udahlah gak usah dipikirin ya yang aku omongin tadi, lupain aja.”
“Idih siapa juga yang mikirin, kepedean amat sih.”
            Terpaksa aku berbohong untuk menutupi itu semua. Sampai ku dirumah, aku turun dari mobil Reza tanpa bicara satu kata pun untuknya. Masuk. Ku meninggalkan nya.
            Di kamar pun aku bertanya-tanya ada dengan Reza? ada apa dengan sikap Reza?
            Layar HP menyala. Sudah kuduga pasti itu Diffani.
“Hallo beb.”
“iya fan, ada apa?”
“Eh ceritaiin donk beb tadi gimana dinner loe sama Reza.”
“Besok aja y fan gua ceritain, gua bener-bener capek hari ini, bye fan.”



















5
            Seperti biasa setiap pagi Diffani menjemputku dan sudah kuduga pasti dia menanyakan tentang apa yang terjadi semalam antara aku dengan Reza.
“Gimana dinner loe sama Reza semalem?”
“Dinner ? apaan sih orang cuma makan malam biasa.”
“Iya deh, tapi gimana sukses kan”
“ya gitu deh.”
            Sampai di kampus pikiranku langsung menuju ke Reza. Aku tak melihatnya pagi ini. Malaikat itu apa sudah tidak hadir lagi di kehidupanku. Masih ku sebut dia malaikat. Apa dia sudah hilang, apa dia sudah tiada? aku ingin sekali melihat senyuman malaikat itu, aku ingin sekali melihatnya. Pikiran ku semakin kuat untuk Reza. Ku bertemu dengan teman Reza dan tak ku hilangkan kesempatan ini untuk bertanya tentang Reza.
“Eh misi loe tau gak si Reza kemana. Kok gua gak liat dia pagi ini ya.”
“loe gak tau?”
“Tau apa?”
“Kan si Reza udah pindah ke luar negeri sama keluarga nya?
“Apa? Gak mungkin, loe pasti bercanda kan, dia gak mungkin pergi?”
“Seriusan, dia baru berangkat pagi ini.”
            Ku mulai merasa aneh saat teman Reza bicara seperti itu. Hati rasa retak, jantung terasa berhenti sejenak, air mata ini serasa ingin jatuh. Dan aku mulai menyadari ternyata ini maksud dari perkataan Reza semalem. Ku meninggalkan Diffani untuk menuju ke toilet. Ku menangis mentap jendela mengingat Reza.
“Apa sih za yang loe mau? Kenapa loe ninggalin gua dalam keadaan kayak gini? Kenapa disaat gua mulai ada rasa sama loe, loe ninggalin gua. Kenapa za, kenapa? Gua benci sama loe za, gua benci!”
            Aku menangis dalam keadaan benci marah dan sedih.
Hampir sejam aku berada di toilet menangisi Reza, aku juga bingung kenapa gua nangisin Reza sedangkan gua bukan siapa-siapa nya Reza. Loe bener-bener udah ngancurin hidup gua za, terutama hati gua. Tapi….
Akan ku hapus air mata ini sebagai simbol dan tanda aku akan melupakan Reza, melupakan semua memori tentang Reza. “Reza loe bisa ninggalin gua, kenapa gua gak bisa ngelupain loe. Mulai sekarang gua akan ngelupain semua tentang loe!”
Aku harus bisa, aku harus bisa melupakan Reza dan memulai dengan istilah yang baru. Selamat tinggal.
Keluar ku dari toilet, menuju ke ruang kelas dan ternyata tangisan ku tadi membuat ku tak bisa mengikuti kuliah.
Aku pulang duluan meninggalkan Diffani di kampus sendirian.
Malamnya ternyata Diffani menghampiri ke rumah. Dia ingin menemaniku.  Tapi aku tak butuh teman. Aku butuh ketenangan. Tapi apa boleh buat Diffani sahabatku, aku terima niat baiknya.
Aku berusaha tutup mulut, aku berusaha menyimpan ini semua untuk sementara waktu.
Esok kuliah free, Diffani tak terduga telah menyusun rencana. Dia membawaku ke sebuah bukit yang perpermandangan membuat mata sejuk, pikiran fres kembali. Tapi kenapa aku masih saja berharap jika disampingku Reza. Selalu Reza padahal dia sudah pergi dan mungkin tak kan pernah kembali. Atau mungkin tubuh nya saja yang pergi tapi jiwa masih tetap disini bersamaku. Plis Tuhan bantu aku untuk melupakan nya! L
Aku berteriak sekencang-kencangnya. GOOD BYE REZA, GUA AKAN NGELUPAIN LOE, GUA AKAN NINGGALIN LOE, GUA AKAN NGEBUANG SEMUA APAPUN YANG BERHUBUNGAN DENGAN LOE, KARNA GUA MASIH MAU HIDUP, KARNA GUA MASIH PUNYA BANYAK KEHIDUPAN UNTUK ESOK, BYE REZA, SEMOGA LOE BAHAGIA DENGAN KEBAHAGIAN LOE SEKARANG, SEMOGA DILUAR SANA ADA SESEORANG YANG LEBIH BISA NGERTIIN LOE APAPUN ITU LOE NANTI. SEKALI LAGI MAKASIH LOE SUDAH MASUK KE KEHIDUPAN GUA, DAN MAKASIH LOE UDAH BERHASIL NGANCURIN SETENGAH HATI GUA. NGERTI LOE ZA, BYE!!!
Tak disangka ku mendengar seseorang memutar lagu yg ber-reff “sayang terima kasih tuk semua selama ini kau telah menyakitiku, ku terima semua keputusan mu di dalam hidupku.”
Lagu itu tiba – tiba meingatkan ku akan adanya sosok Reza. Reza yang pengecut, Reza yang suka nya menyakiti hati, Reza yang suka datang dan pergi sesuka hati nya tanpa peduli apa persaan orang yg ditinggalkan.
Sedikit lega aku bisa mengatakan itu. Walaupun cuma sebentar tapi lega untuk ku untuk membuang dan melampiaskan semua yang inging aku katakan.
Saat aku dan Diffani duduk menikmati view perbukitan ini, seorang cowok mengahampiri kita. Dia sok kenal pula apalagi sama Diffani. Eh tapi ternyata itu memang teman Diffani dan aku dikenalin deh sama cowok itu. Alfaro namanya. Lebih lengkapnya Efhan Alfaro Nando Pratama. Anak kuliahan juga sih tapi lagi proses skripsi dan dia kerja juga. Keren sih tapi… ah gak ah apa sih yang aku pikirin pokok nya untuk saat ini gak ada kata buat cowok, karnamasih terlalu sakit untuk diingat tentang cowok.
Alfaro cowok baik ramah pula. Sebaik apapun dia gak akan ngerubah apapun pandanganku tentang cowok. Nando mengajak ku berkenalan melalui Diffani, dia meminta contact hp aku taoi aku tak memberinya. Tapi ternyata dia gak habis akal, dia meminta nya dari Diffa. Awalnya dia tak berani tapi pikirnya dia demi teman sendiri lah.
Kita berpisah. Aku masih ingin sendiri, aku tak ingin di ganggu oleh siapun dulu untuk sementara ini termasuk Diffa.
Masih terlalu sakit untuk di ingat. Masih terlalu hampa untuk di kenang. Kenangan manis berubah menjadi hambar untuk seketika. Kenangan bersamanya meskipun hanya sedetik sekejap mata berarti, berarti untuk tersakiti.
Tiba-tiba ku menyanyikan lagu ini tanpa sadar. “Setiap waktu ku memikirkanmu, ku kakatan pada bayangmu berapa lama lagi menunggu jatutah cinta. Rindu ini terus mengganggu, ku tak sabar ingin bertemu, berapa lama lagi menantikan kata cinta. Andaikan dia tahu apa yang ku rasa. Resah tak menentu mendamba cintamu, andaikan dia rasa hati yang mencinta. Ku yakini kau belahan jiwa. Ku harap dia mau membalas cintaku.”
Tak sadar rintikan air mata jatuh satu per satu. Satu per satu air mata ini mewakili beberapa kepedihan yang ku rasa. Ku menangis hingga malam. Sadarkah kau, aku lah hati yang telah kau sakiti, hati yamg telah kau dustai.
“Kapan aku bisa melupakan nya? kapan aku bisa jauh darinya ya Tuhan. Ku mohon jauhkan ku darinya, aku tak ingin mengenangnya, aku tak ingin mengingatnya.”
Tapi kata diffa semakin aku benci dia, semakin aku ingin melupakan dia semakin jug aku gak akan bisa move on dari nya. Iya juga sih, ada benar nya juga perkataan si Diffa. Tapiii…. Huuuaaa aku ingin nangis sekuat-kuatnya sekencang-kencangnya.
Sejujurnya aku masih mengharapkanmu, asal kamu tahu. Bagiku meskipun kau telah menyakiti setengah hatiku tapi asal kamu tau juga aku masih belum bisa melupakan mu dan masih belum bisa meninggalkanmu.
Tapi kamu jahat Reza, Reza aku mungkin esok bisa mengharapkan mu kembali tapi sekarang itu hal yang tak mungkin ada.
Apa masih pantas dia ku sebut  malaikat setelah apa yang dia lakukan padaku ?? malaikat tanpa sayap rapuh, lenyap sayap sebelah.
Malaikat tanpa sayap yang hancur oleh perasaan karena perasaan nya sendiri yang membuat hancur. Seseorang menunggu nya tapi sedikit pun dia tak menghiraukan, tak peduli sedikit pun akan hal itu. Karna dia aku tak percaya lagi akan adanya malaikat. Bagiku sama saja.
Tiba – tiba ku teringat seseorang, dia seketika lewat terlintas dipikiranku. Alfaro ? apakah dia ? baik, nyenengin, tapi...



















6
Panjang umur ni anak satu baru aja diomongin langsung dah. Alfaro telpon, aku ragu buat jawab. “angkat gak ya amgkat gak ya” dan akhir nya ku memilih untuk mengangkatnya meskipun aku masih rada ragu – ragu untuk nya. Hampir sejam aku ngobrol dengan nya dan dalam sejam itu pula aku mendengar curahan isi hati nya yang aku herankan aku dengan dia belum cukup lama kenal tapi enatah mengapa dia terbuka sekali denganku seperti aku sudah bisa dipercayai oleh nya sepenuh nya.
Terkadang aku merasa tak enak dia begitu baik padaku tapi aku masih saja terlalu cuek untuk nya. Tapi mau bagaimana kagi sudah begitu jalan nya.
Detik pun berubah menjadi menit, menit pun berubah menjadi jam, begitu pula dengan jam berubah menjadi hari. Sudah hampr tak terhitung berapa waktu aku dengan Nando, tapi belum sebagai status tapi masih sekedar yang lain karna aku masih hancur.
Dan Diffa menyambung telpon setelah dia. Menanyakan soal adanya Alfaro dan aku tak mau menjawab karena ku belum pasti akan hal itu. Hanya diam. Tapi setelah ku pikir - pikir lagi dia anak nya baik, gak aneh, simple apa adanya y meskipun...
Sebelum Diffa menceloteh terlalalu lama lagi, aku say goodbye untuk nya.
“Dif, udah dulu ya gua ngantuk mau tidur, bye. See you in Campus.”
“yah yah dy kok udah mau d tutup aja sih. Hallo hallo hallo dy.”
Tuuutt ttuuuuuttt tttuuutt. Tak ada suara lagi.
Pagi. Pagi. Kampus, kampus. Hari ini aku sendirian tanpa Diffa.tak apa tanpa nya buka hal yang tak biasa aku tanpa Diffa.
Si Mrs kepo datang. Dia sudah tak sabar untuk mendengar beberapa ucapan kata tentang si cowok itu siapa lagi dan lain tidak bukan, si Nando.
Ku menceritakan secara runtut tapi ya tak semua nya ada yg ku sembunyi kan dari Diffa.
Bu dosen datang...
            Kuliah usai tak disangka Alfaro sudah menunngu ku disela – sela jalan. Dia menunngu dengan setia. Seorang lelaki yang amat sangat peduli dan setia menunggu.
            Ku dipersilahkan masuk ke dalam mobil nya dan diperjalanan kita mengobrol tiada henti dan ternyata ku baru tersadar ternyata ku melupakan sesuatu, Diffani. Ku menelpon Diffa dan meminta maaf kalau aku tak bisa bersama nya untuk saat ini karena ku tahu dia pasti sudah menunggu ku di sudut itu. Kasian dia.
            Tak langsung pulang ternyata, dia mengajak ku ke sebuah tempat yang indah, penuh dengan hijau ketika mata memandang. Dan tanpa ku sadari pula dia menyatakan sesuatu yg ada di dalam hatinya dengan suasana seperti ini. Aku langsung terkejut tak menyangka akan apa yang ku dengar ini. “Apa ini benar ? apa ini nyata ? ya Tuhan apa aku bermimpi ?” ku bertanya – dalam hati.
            Aku akan menerima nya sebagai pegisi separuh hatiku tetapi dengan syarat, tak boleh meyakiti perasaan sampai menangis pula. Dan akhir nya aku meng-iyakan dengan cara mengangguk dan tersenyum untuknya. Aku akan mecoba mencintainya dan berusaha menjadi yg terbaik untuk nya. Dan untuk Alfaro terima kasih kau telah mempercayai ku untuk mengisi setengah ruang hati mu dan dengan seketika dia pun mengatakan “mungkin kamu sering mendengar bahwa cinta itu buta, tapi bagiku tidak. Cinta tidak buta dia hanya memahami, memahami akan satu sama lain, memahami akan kita. Kita sama – sama berusaha untuk mengerti dan terima kasih kau sudah menerima ku, aku akan berusaha yang terbaik untuk mu nanti, aku tak bisa janji aku hanya bisa berusaha.”
            Dengan seketika ku menitihkan air mata di hadapan nya. Dia begitu sempurna untuk ku, dia terlalu baik dan sempurna  untuk ku. Semoga aku tak mengecewakan seorang lelaki seperti ini yang sudah tulus mau mengerti aku. Terima kasih Tuhan kau telah hadirkan dia dalam hidup ku.
            Perjalanan menuju rumah masih dengan perasaan tak percaya yang terjadi hari ini. Air mata, hanya itu yang ada sekarang.
            Di depan gerbang rumah kita sempat mengobrol sedikit dan ku ucapkan “terima kasih untuk hari ini, hari ini begitu indah untukku dan aku akan berusaha menjadi yang terbaik untukmu, seperti katamu tadi tak janji tapi berusaha, itu adalah kata – kata yang paling indah yang pernah ku dengar sekali lagi makasih ya untuk semua nya, selamat malam.”
            Malam ini akan menjadi malam yang indah, semoga. Aku akan melupakan semua nya dan menjalani yang baru. Mimpi indah dalam tidur ku. Selamat malam semua nya.
            Pagi hari nya ku lihat layar handphone ku ternyata 1 message from Nando, he says “Selamat pagi kesayangan, selamat beraktifitas untuk hari ini.” J
            1 kalimat itu saja bisa membuat ku semangat untuk hari ini, terima kasih ya. J
            Alfaro adalah seseorang yang memiliki sejuta kejutan.
“untuk matahariku yang disana, jagalah senyum mu untuk pagi ini karena tanpa senyumman, matahari tak dapat bersinar.”
“terima kasih bintangku, semoga kau tetap menjadi bintang dihatiku, aku akan menjaga senyum ini terutama untuk mu, bintangku.”
            Tak terasa sudah hampir 6 bulan ku menjalani setengah hidupku, setengah hatiku dengan nya. Semakin lama semakin ku marasa nyaman dengan nya. Begitu sabar dia menghadapi ku. Tak pernah sedikit pun marah ataupun melakukan sesuatu yang membuat ku ingin mengakhiri semua. Tidak ada.
            Alfaro, hanya itu yang ada di benak pikiran ku. Cowok yang begitu penyayang dan sabar ini telah menjadi pilihan ku. Semoga ku tak salah selama 6 bulan ini. Ini yang ku rasakan sekarang senang dan nyaman ketika bersamanya, semoga selalu.
            Tiba – tiba nama Reza terlintas sejenak di pikiranku. Sebuah nama yang tak mau ku ungkit kembali.
Itu pun hanya sedikit
Ku pejamkan mata
Ku lihat sesosok indah
Indah dalam hal yang menurut indah
Ku hanya bisa termenung

Bisa saja itu yang terbaik
Tapi....

Hanya itu yang kamu tau
Apa yang sebenarnya terjadi
Apa yang kamu tau
Aku, aku, aku
Bingung...
            Kamu...
            Plis beritau
            Kamu...
            Pasti tau

Akan ku jaga pandangan itu
Bila kau menjauh, bahagia
Bila kau mendekat, sedih
Aku ingin seperti itu
Pandangan itu seperti...
Pandangan itu menuju...
Ku harap menjauh
Agar ku bisa.

Pandanganku untukmu, hitam
Perlakuan dihadapanku, tak perasaan
Hati sakit
Apa kamu tau, peduli ??
Kau tak tau dan tak mau tau kan
Sejak kapan kau seperti itu
Tak punya perasaan
Tak punya hati, walau secuil
Musnah hidupmu, hadapanku
Bahagialah sendiri diluar sana
Cukup sakit mengingatmu
Cukup sakit melihatmu...




            Sudahlah tak perlu di ingat lagi orang seperti dia. Aku ingin melupakan dia ya Tuhan. Tapi aku tak habis pikir kenapa pikiran ku masih saja tertuju olehnya, masih saja mengingatnya, padahal ku sekarang sudah memiliki seorang pangeran yang sangat luar biasa mengerti aku dan memamahami akan keadaanku.
                Aku sangat menyayangi pangeran ku saat ini dia begitu baik dan tulus kepadaku. Kemanapun aku dia selalu ingin menemaniku, itu adalah sebuah bentuk rasa kasih nya untuk ku.
            Terkadang aku sangat bersalah untuk nya, karena ku bersama nya tapi pikiran ku tak bersamanya.











7
1 year me with him, my love (Alfaro). Masih bahagia? Tentu saja.

Setelah sekian lama dia kembali. Reza. Tanpa mengulang perasaan itu. Dia kembali hanya sekedar menampakkan diri dan mengajak ku untuk mengatakan sesuatu dan ternyata dia telah mengatakan nya.

 “Kamu kemana aja za selama ini, disaat semua sudah berubah dan berbeda kau baru muncul, dimana perasaan mu. Kamu gak ngerti kan akan perasaan ku. Aku menunggu mu sekian lama sampai kau bisa hadir meski itu hanya anganku saja. Maaf untuk saat ini aku tak bisa karena sekarang aku telah memiliki seseorang yang bisa sedikit mengerti aku, lebih sedikit menghargai aku. Aku akan mempertahan kan itu meski bagiku itu sulit untuk ku.
            Dia menjelaskan kepada ku kenapa dia menghilang selama ini, dia ternyata ke luar negeri bersama dengan keluarganya untuk berobat dan juga  berfikir tapi semua nya telah terlambat.
“Ya tapi dy, aku selama ini pergi karena aku butuh berpikir mana yang pantas untuk ku, dan itu ternyata kamu, dan maaf aku hadir dengan cara seperti ini.”
Berpikir katamu ? berpikir tanpa memperdulikan perasaan ku, sungguh egois fikiran mu itu. Meskipun kau adalah malaikat bersayap pertama kali dihatiku  tapi maaf aku belum bisa untuk itu karena sekarang aku memiliki malaikat lain di kehidupan ku, yang pasti yang aku punya sekarang malaikat bersayap yang tak rapuh.”
            Tak sengaja mataku berlinang di hadapan Reza, air mata ini susah sekali untuk di hentikan
“Ya sudah maaf aku sudah seperti ini kepadamu dan maaf aku sudah membuat mu seperti ini dan semoga juga kau bisa berbahagia dengan malaikat pengganti ku sekarang, tapi aku masih berharap semoga aku masih bisa menjadi satu – satunya malaikat dihatimu.”
Ku meninggalkannya sendirian disaat dia menyelesaikan kalimat itu.

“Ya Tuhan mengapa dia kembali lagi ya Tuhan, aku ingin selalu melupakanmya. Tapi mengapa ? L Tuhan ku mohon hilangkan pikiran ku untuk nya.”

            Rintihan air mata ini untuk nya. Begitu banyak. Rugi ku rintihkan seperti ini. “Tuhan mengapa kau dulu mengirimku malaikat seperti dia, malaikat yang akhirnya menyakitiku?”

            Reza, kau adalah rasa sakit terindah yang pernah hadir di kehidupanku. Sedikit rasa sakit bisa menghapus sejuta keindahanmu. Tak peduli kau apa kemarin, sekarang tak mau bertemu. Tak peduli seperti apa baikmu sekarang., kepedulianmu sekarang yang jelas telah hitam dimataku.

Alfaro mengirim pesan.

“aku tau mungkin kau dalam kegelisahan, tapi satu hal yang harus kau tau, aku akan selalu ada untuk mendukung keputusan mu meski berat. Seberat apapun itu jika kita menampungnya bersama, kita akan bisa melewatinya. Hal berat mudah kita lalui, tetaplah tersenyum matahari ku, karena ingat setiap senyuman dapat membuat apapun yang kita pikirkan akan lebih ringan.”

            Dalam hatiku bagaimana Alfaro tau kalau aku lagi gelisah memikirkan sesuatu. Apa ini yang dikatakan dan dinamakan ikatan batin?

“Terimakasih bintangku, aku akan selalu bisa melewati ini semua karena disisiku selalu ada kamu, aku akan rapuh jika tak ada support darimu. Aku bisa melewati ini semua itu karena mu. Semoga kau bisa selalu mendampingiku untuk melewati semua masalah yang kuhadapi karena kau selalu bisa untuk membuat ku seperti lebih sempurna.”

            Akan ku selalu mengingat kata – kata sang malaikat ku “Jangan lupa tersenyum hari ini”. Sebuah kata terindah darinyanya tak pernah terfikir jika dia bisa setuus itu. Itu adalah kalimat sederhana dan mudah sekali untuk diucapkan tapi sangatlah berarti.

            Tapi seiring berjalannya waktu dia pasti tau. Tinggal aku memilih terlambat atau sekarang. Pilihan itu menyebalkan membuatku kehilangan untuk berpikir. Sekarang ? dan aku memilih sekarang.

            Aku mengajak dia ke sebuah tempat untuk berbicara mengenai ini semua. Setelah ku menceritakan semua dia hanya tersenyum dan berlinang dihadapanku. Itu yang membuatku tak kuat untuk menantap matanya.

“mungkin aku bukan yang pertama dihatimu, tapi aku selama ini berusaha untuk menjadi tetap yang pertama dihidupmu, semoga itu tidak tak sia – sia untuk ku. Aku yakin waktu akan menjawab semua tentang kita karena waktu tak pernah berbohong.”

“maaf, iya kau bukan yang pertama dihatiku tapi aku berusaha. Seperti yang kau katakan pertama kali dulu “berusaha” itu yang kuterapkan hingga sekarang. Dan aku memilih tetap bersamamu apapun yang terjadi.”

“aku tak mau untukku sebuah keterpaksaan. Tulus itu yang aku butuhkan, karena tapa ketulusan semua akan percuma tak ada guna.”

Seketika ku menitihkan air mata dihadapannya dan Alfaro memelukku bermaksud untuk menenangkan ku dari ini.

“iya sayang, aku sudah memutuskan untuk tetap bersamamu, aku sayang kamu tanpa keterpaksaan tapi dengan ketulisan hati.”

“(senyum) terimakasih kau masih mempercayai ku sebagai malaikat di hatimu dan aku akan berusaha agar bisa selalu menjadi malaikat bersayap di hatimu sampai waktu yang berbicara akan perpisahan.”
“iya, aku selalu sayang kamu apapun yang terjadi padamu hari ini, esok nanti dan selamanya aku tetap bersamamu.”

Aku berusaha agar ku bisa kuat, tak mau terlihat lemah di hadapannya, karena dia tak bisa sedikitpun melihatku dalam keadaan lemah pasti dia langsung melakukan sesuatu untukku.

Tuhan tolong jaga malaikat ku di sana karena aku tak mau dia jatuh. Dia terlalu baik untuk ku. Aku tak mau mengecewakan dia. Sedikit pun tidak. Air mata ini akan jatuh jika dia tersakiti.

Lelaki sebaik dia tak pantas untuk disakiti, tak pantas untuk dikhianati.










8
Setelah beberapa bulan seketika itu Reza benar – benar pergi dikehidupanku. Satu rasa kehilangan tapi tak peduli akan kehilangan nya. Reza pergi dengan beberapa seucap kalimat. “aku akan pergi sejenak dari kehidupan mu, entah sampai kapan aku bisa tenang dan menerima ini semua. Selamat tinggal semoga kau bahagia. Semoga aku bisa melupakan mu meskipun itu sulit untuk ku. Aku akan selalu menunggu mu sampai kau bisa menerima ku kembali meski hal itu percuma dan mustahil. Selamat tinggal Nindy, semoga kau selalu mengingatku.”

Hati ku seketika tertutup oleh seorang bernama Reza Ahmat Saputra. Air mata, air mata, air mata lagi untuk nya. Sia – sia ku bung untuknya. “Tuhan tolong jauhkan dia dari hidupku karena ku tak mau ada yang terluka dan tersakiti oleh ini semua. Tak tega ku jika melihatnya terluka terutama hatinya ya Tuhan.”

Aku butuh ketenangan. Aku butuh tempat sepi agar aku bisa berpikir dan tenang.

“Ketika semuanya nyata tapi ternyata abstrak, hanya keragu-raguan yang muncul. Seperti seorang yang tersingkirkan dari dunia, seperti seorang yang tak dipedulikan.”

“Aku disini hanya duduk terdiam sendiri tanpa seorang pun. Merenung suatu hal yang tertuju pada esok. Sebuah pilihan. Tanpa ku beri senyuman disini, hanya kesedihan dan kebingungan yang ada karna rasa yang ku berikan kepadanya selama ini hanya semu belaka tak ada peduli. Peduli ? hanya terakhir dan terlambat. Percuma hanya itu saja yang ku ingat dari mu.”

“waktu terasa begitu cepat dan tak terasa aku jatuh di dalam waktu itu. Waktu yang tak dapat dikenali dengan baik hingga tak sadar ku lenyap dalam waktu itu juga. Kau membuat ku menunggu dan berkorban, dulu. Kau membuatku tak memikirkan apapun itu, dulu. Begitu berartikah dirimu sampai ku seperti itu dulu terhadapmu?”

Dua jam lebih ku berada disini termenung dan aku masih bertanya – tanya disini. “mengapa hati ini selalu saja masih meyimpang tentang mu? Setiap detik disini, dulu. Tempat ini terekam jelas dan indah di pojok hati kecilku. Tapi itu hanyalah omonganmu, kamu adalah seorang pemain hati yang memiliki sejuta topeng untuk menutupi semua tipu dayamu dan muslihatmu yang orang lain tak tau akan hal itu. Kau datang dan pergi sesuka hatimu tanpa memperdulikan seorang yang ada yaitu aku.

            Selama di taman ini ternyata Alfaro mencari ku melalui sebuah pesan singkat.

“sayang kamu dimana? Aku susah sekali untuk menghubungimu. Semoga kau baik – baik saja ya, jika perlu apa – apa tolong hubungin aku jangan menyendiri.”

“maaf sayang aku tak menghubungimu sepanjang ini. Aku butuh sendiri dan ketenangan sejenak.”

 “maaf juga aku telah mengganggu ketenanganmu saat ini. Apakah sekarang kamu sudah merasa tenang. Aku jemput ya, kamu di tempat biasa kan.”

“iya, iya sayang jemput aku sekarang ya. Aku juga butuh kamu di sini.”

            Tiga puluh menit yang Alfaro butuhkan untuk menghampiri ku di tempat ini. Dengan adanya dia disini dapat membuat ku tersenyum dan tenang. Ku menikmati suasana yang ada dengan  seseorang yang aku sayangi, suasana tenang dan hangat. Perjalanan menuju my sweet home, aku dibuat nyaman olehnya. Ini yang membuatku mempertahankan ini semua dengannya sampai saat ini. Dan semoga selamanya selalu seperti ini.

            Malam harinya, aku diberi kejutan lagi dengan kata – kata indah yang terurai dari ucapanya. “hai matahariku disana, malam ini udah senyumkan. Aku ingin selalu melihatmu senyum setiap waktu dan setiap saat. Senyummu membuatku bahagia. Senyummu dapat menghapus luka – lukamu dulu. Aku bahagia jika kamu bahagia. Aku rela sedih dan melakukan apa saja jika itu bisa membuatmu bahagia dan tersenyum.”

            Aku tidur dengan bayang – bayang untaian kata dari sang malaikatku, Alfaro. Sebelum tidur ku tersenyum, dalam hati bermaksut senyum ini untuknya.”Tuhan kirimkan senyum ini untuknya, tolong katakan padanya bahwa aku selalu menyayanginya apapun keadaannya.”

            “Untuk Alfaro, sang malaikatku semoga Tuhan selalu menjagamu dengan kekuatan-Nya. Aku selalu mendoakanmu dari sini, meskipun kita jauh semoga doa ku sampai dalam mimpi indahmu karena kekuatan doa lebih sempurna daripada segalanya. “

            Aku ingin ke sebuah tempat yang tenang dan bisa membuatku lupa aka kejadian sebelumnya. Tapi aku tak ingin ditrmani, aku ingin sendiri termasuk Alfaro dan Diffani.

            Tapi aku tak bakalan bisa akan melakukan itu. Aku tak bisa tanpa mereka. Terutama dengan sang malaikat penjaga hatiku. Tapi aku butuh hiburan untuk pengusir rasa suntuk dan kesal ini. Aku menelpon Alfaro untuk menjemputku dan ku ingin dia mengajakku kesebuah tempat yang indah tanpa ada pikiran lainnya di dalamnya. Tiba di sebuah tempat. Dia mengajakku ke sebuah tempat yang sunyi dan tenang. Ternyata dia tau apa yang ku mau saat ini. Ini yang kumau. Aku duduk disampingnya dan bersandar di pundaknya dan tanpa ku sadari, air mataku berjatuhan sedikit demi sedikit dengan secuil rasa sakit yang masih ada di hati. Aku berada di sini dengannya merasakan hal yang sangat tenang. Alfaro pun tak segan untuk mengatakannya.

“tak apa keluarkan, tak usah ragu. Aku selalu ada di sini untukmu. Aku takkan pernah meninggalkanmu sedikitpun karena aku berusaha untuk selalu ada untukmu dan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik untukmu.”

            Air mata ini tak kunjung berhenti untuk menetes. Malu rasa nya harus mengeluarkan air mata sebanyak ini bila sedang bersamanya. Tatapan ketulusan itu yang membuat ku tak ragu – ragu lagi.

“coba kau lihat satu bintang disana, dia tak kan menjadi apa – apa dan bukan apa – apa tanpa bintang di sekelilingnya, apa kamu tau apa yang aku maksut?”

“tidak, emang apa yang kamu maksutkan itu?”

“satu bintang akan hancur dan hilang tanpa yang lain. Bintang itu seperti kehidupan satu orang takkan bisa memecahkan masalah kita memerlukan orang lain untuk menolong kita. lebih detailnya lagi kita, ibaratnya satu bintang itu kamu, bintang yang lain itu aku. Kamu akan membutuhkan ku, sebaliknya pun begitu aku juga memerlukanmu dikehidupanku.”

            Kurang lebih dua jam kita merasakan dinginnya tempat ini. Tapi rasa dingin tak terhiraukan jika dia di sini selalu bersamaku.

            Pulang, pulang dan pulang. Dia mengantarku sampai ke depan gerbang rumah. Sebelum dia pergi, dia mengatakan sesuatu untukku “kamu akan selalu menjadi bintang di hatiku. Kamu tak usah khawatir akan keadaanku. Aku akan selalu ada di sini, jika aku jauh darimu selalu ingatlah bahwa aku selalu ada di sini, di hatimu.” Sebuah kalimat indah yang bisa membuatku tenang untuk malam ini. “selamat malam malaikat bersayapku, semoga kau akan selalu tetap seperti itu menjadi satu – satunya malaikat di hatiku.”

            Pagi harinya di kampus, kuliah ku jalani dengan senyum bahagia karena teringat oleh perkataan Alfaro, “hadapi semua dengan senyum, karena setiap senyummu akan membuat semangat setiap apa yang kau lakukan hari ini ataupun esok hari.”

            Seusai kuliah, Alfaro sudah menungguku di depan gerbang kampus. Dia selalu menjemputku karena dia tak ingin melihatku sedih dan kesepian dan kebetulan dia sekarang kuliahnya hanya tinggal skripsi saja, jadi banyak luang waktu untukku. Dia mengajakku ke sebuah tempat indah pemandangan, kali ini bukan perkebunan ataupun air terjun melainkan perbukitan yang tentram dan sunyi.

“kau boleh mengeluarkan apapun yang ada di hatimu sekarang di sini, lakukanlah jangan ragu, aku akan siap mendengarkan apapun yang ingin kau katakan.”

            Aku hanya nangis di pundaknya tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuknya. Aku masih belum bisa tenang ternyata. Aku sempat ada pikiran untuk mengakhiri ini semua dengannya karena dia terlalu sabar dan baik menghadapiku, tak tega ku selalu melihatnya seperti ini, tapi aku selalu ingat kata Alfaro “kita lewati bersama”.

“bukit ini akan terasa indah jika kau tersenyum dan tak selalu merasa sendiri dan sedih. Jika kau merasakan sedih, selalu ingatlah bukit ini. Bayangkanlah jika di sini selalu ada aku ataupun Diffani yang siap untuk menemanimu kapanpun yang kau mau, karena kita akan selalu ada untukmu.”

“terima kasih sayang atas semuanya, ku akan selalu ingat perkataan dan pesan – pesanmu itu.”

            Hari beranjak malam, langit terututup oleh hitamnya warna ditaburi oleh sejuta bintang indah penuh senyuman. Hari tak terasa berjalan jika dia di sini, waktu seperti berhenti sejenak dan seperti memiliki sejuta perhatian untukku. Aku berterima kasih pada waktu yang telah mempertemukanku dengannya.

            Sebelum tidur tak lupa ku berdoa untuknya setelah ku mendoakan kedua orangtuaku dan saudara – saudaraku.

            “Tuhan tolong jaga kami, semoga kami selalu bersama tak ada halangan, aku ingin selalu bersamanya sampai nanti. Tuhan tolong aku sayang dia, aku rindu dia, aku cinta dia. Tolong Tuhan jaga dia untukku.”

            Hampir setiap malam ku  berdoa untuknya, berharap dia pun juga begitu. Tapi ku yakin dia pun juga begitu.

            Aku terlalu sayang dia, aku tak ingin dia pergi dari kehidupanku, meskipun dia sudah pernah mengatakan takkan pernah pergi dariku, aku masih terlalu takut jika berpisah dengannya. Lagi lagi waktu akan menjawab bagaimana kita nanti. Waktu selalu mengatur segalanya. Kenapa harus waktu yang mengatur segalanya? Kita, apakah bisa? Tapi yakinlah, kita dan waktu bisa berjalan bersama dan seiringan.

           

9
            “sebuah syair dan melodi akan meyejukkan hati setiap orang, tapi kamu hanya dapat meyejukkan hidupku. Sebuah syair dan melodi akan membuat setiap orang ataupun setiap insan bahagia, tapi kamulah sumber bahagiaku. Berbahagialah dengan senyuman. Senyumlah untuk pagi ini. Senyum dapat membuatmu tak merasa mendapat beban, bebanmu akan terasa ringan jika kau pikul dengan senyuman meskipun itu hanya sedikit saja. Jadi, berikanlah senyummu untuk pagi ini.” J

            Sebuah kalimat yang dapat menenangkan hati untuk pagi ini.

            Pagi ini aku minta Diffani untuk menjemputku. Aku lagi ingin bersama sahabat terbaikku yang satu ini. Dia sahabat terbaikku yang selalu memberi ku sebuah kata – kata penyemangat dan nasihat – nasihat terbaik untukku.

“hay say gimana loe sama Alfaro?”
“gimana apanya?”
“ya sekarang loe gimana sama dia, baik - baik aja kan?”
“ya baik – baik lah. Dia super duper baik. Dia adalah laki – laki paling sempurna yang gua pernah temui setelah bokap gua.”
“wow amazing sampek segitunya ya loe sayang sama dia, baguslah kalo gitu. Loe udah bisa bahagia sekarang.”

            Tiba – tiba handphone ku berbunyi yang mempunyai satu sms yang belum terbaca. Nomer baru siapa ya.

            “hai apa kabar? semoga baik dan sempurna pagi ini. Aku harap kau bisa begitu. Bahagiakah kau sekarang? Ku harap juga begitu. Secuil kebahagiaanmu adalah secuil rasa rinduku juga untukmu. Aku tau kau pasti sangatlah bahagia sekarang dengan kebahagianmu sekarang, dan selamat kau telah berbahagia dan maaf menyita waktumu sebentar untuk membaca pesan ini, sekali lagi terima kasih atas kesempatan berharga ini.”

“sms dari siapa dy?”
“ntah ni dari siapa, tapi pesan ini memiliki kalimat yang begitu mengherankan untukku.”
“jangan – jangan dari.....”
“siapa?”
“si Reza siapa lagi”
“ah masa sih, dia kan udah lama menghilang, ngapain dia muncul lagi.”

Aku akan membalas pesan singkat ini.         

“dengan siapa, apakah anda tidak salah mengirim pesan?”
“kau tak perlu tau siapa aku, yang perlu kau tau aku adalah seseorang yang pernah ada tapi hanya sekedar sekilas saja, tak lama.”

Diffani semakin yakin jika pesan itu dari Reza. Tapi jika itu benar, kenapa dia hadir lagi untuk kedua kalinya. Pergi tanpa pamit untuk yang kedua kalinya, dan sekarang datang dengan seenaknnya dengan cara seperti ini. Sungguh keterlaluan hatinya.

Kali ini hatiku takkan meresponnya. Biarkan saja dia seperti itu, seperti yang dia mau. Aku sudah tak mau memperdulikannya lagi, sudah terlalu sakit hati ini untuknya. Dua kali kau pergi semaumu, dua kali pula ku  merasa sakit.

Dalam hati kecilku bertanya pula, dimanakah dia sekarang?

Apakah aku masih pantas untuk bertanya seperti itu sedangkan dia telah tak memperdulikanku hingga dua kali adanya. Masih pantaskah dia hadir kembali meskipun tak diinginkan kehadirannya. Hanya Alfaro yang ada saat ini. Aku akan mempertahankan semua dengan Alfaro apapun yang terjadi. Jika tiba – tiba ku ingat Reza, seakan Alfaro terabaikan tapi maksudku bukan begitu. Aku ingin berusaha melupakannya. Kasian Alfaro seperti hanya pelampiasan saja, tapi maksudku juga bukan seperti itu. Aku juga ingin melepas dan membuang semua tentang Reza tapi masih susah untuk saat ini. Masih ada segelintir memori Reza di ingatanku yang tak patut untuk diingat kembali.

Sesampai di kampus, dan ketika aku dan Diffani menuju kelas. Teman Reza menghampiriku dan memberi ku sesuatu dari Reza. Ketika ku bertanya “dimana keberadaan Reza” dia tak mau menjawab akan pertanyaanku.

Sebuah surat dan boneka beruang kecil. “maaf aku melakukan hal pengecut seperti ini, mungkin kau kira aku tak berani untuk menemuimu dan kau berpikir aku pengecut pula. Bukan begitu. Aku tak ingin menemui karena sesuatu hal di luar itu. Suatu saat kau pasti tau hal itu. Aku selama ini pergi jauh darimu untuk yang kedua kalinya dan tak memberimu kabar ada sebabnya. Aku selama ini tinggal di Singapore dan aku di sana untuk berobat karena ternyata aku belum sembuh dari penyakit ini. Sekarang aku ada di Indonesia tapi aku tak bisa berlama di sini karna aku harus segera kembali, ini mungkin yang terakhir kalinya. Jika kita takkan pernah bertemu kembali, kata maaf hanya itu yang bisa aku katakan untukmu dan terima kasih kau mau mengenalku selama ini meski aku pernah melukai secuil hatimu itu, yang luka itu mungkin takkan pernah kau lupakan selama hidupmu dan maaf aku baru bisa cerita sekarang itu pun tak langsung hanya melewati surat kecil ini.”

Ku membaca surat ini denagn bercucuran air mata. Disisi lain ku benci dia, disisi lain pula ku ingin bertemu dia. “Tuhan tolong pertemukanku dengan Reza meski itu untuk yang terakhir kalinya.aku janji ya Tuhan aku berusaha kali ini tak ada kebencian antara aku dengannya.”

Apa aku masih sanggup lanjut kuliah pagi ini setelah kejadian yang ada pagii ini? Tapi aku harus demi semuanya dan demi senyumanku mendatang yaitu Alfaro, aku harus kuat menghadapi ini semua.

Selesai kuliah, ku minta Alfaro untuk menjemputku. Setibanya Alfaro di kampusku, aku langsung masuk ke dalam mobil Alfaro. Alfaro melihatku dengan tatapan yang tak biasa, mungkin dia merasa ada yang berbeda denganku tapi dia tak berani untuk bertanya dulu. Kembali Alfaro membawa ke tempat itu, ke bukit ini yang biasa ketika aku sedih ataupun kurang semangat.

“tenangkanlah hatimu dulu, baru kau cerita jika kau mau.”

            Ku hanya mengangis di tempat itu, pundak Alfaro menjadi sandaran ku. Setelah beberapa menit ku sudah mulai bisa tenang, dan ingin sekali menceritakan ini semua ke Alfaro.
“bagaimana apakah kamu sudah tenang, apakah ada yang ingin kau ceritakan kepadaku?”

            Ku masih saja diam ketika ditanya seperti itu. Dalam hati ingin bicara dan cerita, tapi mulut ini tetap saja masih mengunci erat.

“ya sudah kalau kau masih belum bisa cerita, tak apa. Tenangkan dirimu dulu di sini. Aku akan selalu menemanimu di sini.”

“bukan begitu, sebenarnya pagi ini aku mendapat surat dari seseorang. Ini suratnya. Bacalah.”

Setelah dia membacanya tak ku sangka ekspresi muka Alfaro hanya seperti itu, hanya tersenyum.

“(senyum) terus mau kamu apa sekarang? Apa kamu ingin mencarinya. Jika kamu ingin mecari nya sebelum dia kembali ke Singapore, aku akan membantumu untuk mencarinya.”

            Aku begitu terkejut ketika Alfaro mengatakan kalimat seperti itu. Dalam hati pun aku mengatakan. “ya Tuhan terbuat dari apa hatinya itu, begitu baik dan penyabar dia, hal semacam ini pun dia tak marah padaku malah dia ingin membantuku.”

“aku tak ingin kau kecewa nanti, aku hanya ingin kau bahagia saja. Itu saja cukup untukku karena ku yakin kamu takkan mengecewakanku.”

Setelah itu.

“apakah kamu tak marah ataupun jengkel dengan isi surat itu?”

“untuk apa aku marah, aku percaya kamu. Kamu takkan mungkin meyakitiku, karena aku telah mempercayaimu dan karena awalnya kau yang mempercayaiku jadi apa salahnya jiak aku berbuat sebaliknya.”

            Kembali berlinanglah air mataku. “sayang, besok temani aku ya untuk mencari keberadaan Reza, aku tak mau menyesal kelak, aku tak mau menyesal jika terjadi apa – apa nanti.”

“iya sayang, aku akan menanimu nanti, sekarang kita cari makan dulu ya, kamu belum makan kan dari tadi, aku tak mau kamu sakit ataupun lemas karna kamu senangat hidupku.”

            Malam harinya sebelum ku pejamkan mata ini, Alfaro mengirimkan ku sebuah pesan. ”sudah jangan kamu pikirikan sebuah surat yang kamu tunjukkan kepadaku tadi. Aku akan membantumu untuk mencari informasi dan mencari keberadaannya, aku rela melakukan ini demi kita. Aku takkan ingin kau mengecewakanmu meski hatiku rasanya sakit, tapi aku tak peduli yang penting kau bahagia untuk sekarang ini. Istirahatlah. Selamat malam matahariku yang berubah menjadi bintang, sebuah bintang dihatiku untuk malam ini. Semoga Tuhan selalu mejagamu dalam lindungannya, meskipun aku percaya Tuhan akan selalu melindungimu dengan lindungannya.

            Tiga bulan setelah surat itu, aku terus mencari. Belum saja menemuinya, sulit sekali untuk mencarinya ketika dia dicari tapi ketika tak diinginkan kehadirannya, dia muncul secara tiba – tiba tanpa permisi. Sekarang seperti manusia telah tertelan oleh bumi. Sudah hampir menyerah ketika aku mencarinya kerana bagiku sudah tak penting lagi untuk menemuinya tapi Alfaro mengatakan “temui saja dia, meski kamu sudah tak ingin karena sakit”.

            Dalam hati ku mengatakan “mengapa Alfaro begitu antusias menyuruhku untuk menemui Reza, meskipun itu membuatnya sakit. Apa karena ingin membuatku bahagia nanti, tapi ku kini telah bahagia dengannya.”

            Tiba – tiba ku ingat dengan teman Reza yang memberikanku surat waktu. “kenapa aku tidak bertanya saja kepadanya tentang keberadaan Reza, tapi apa dia mau memberitahuku tentang Reza. Ah apasalahnya kalau aku mencobanya, semoga kali ini bisa jika ini gagal aku sudah tak tau lagi lah harus berbuat apa untuknya.” Ketika ku menuju kantin, kebetulan ku bertemu dengan teman Reza yang waktu itu sempat memberiku sebuah surat.

“eh gua mau nanya dong, plis loe jawab ya. Sebenernya si Reza sekarang dimana sih? Apa dia di sini atau di Singapore?”

“e e e emmm, gimana ya sebenernya gua gak boleh ngasih tau siapa – siapa tentang keberadaan Reza, ke siapapun termasuk loe dy.”

“ayo lah plis kasih tau gua dimana dia sekarang.”

“aduh gimana ya dy gua bener – bener gak berani ini soalnya gua udah janji ma dia. Hmmm gini aja gua akan kasih loe contact sama alamat rumah dia yang baru, nanti loe tanya aja sama orang yang di rumah itu.”

“hmmm ya udah deh, itu pun udah cukup buat gua.”

“ini contactnya ini alamatnya. Sorry gua cuma bisa bantu ini aja semoga loe bisa ketemu sama dia sebelum semuanya terlambat.”

“thanks ya informasinya. Ha apaan maksud loe? Sebelum semuanya terlambat?”

“nanti loe tau sendiri dy.”

            Aku masih bingung dengan perkataan teman Reza barusan. Apa yang dia maksud, apa terjadi sesuatu dengan Reza?

            Setelah ku mendapat beberapa informasi tentang Reza, aku bingung mau ku apakan informasi ini. Apa aku harus kesana untuk mencarinya?

            Setelah  selesai kuliah, aku dan Alfaro memutuskan untuk bertemu dan memberikan kertas yang berisikan informasi tentang Reza. Dia hanya melihat kertas itu dengan tersenyum.

“terus sekarang mau kamu gimana sekarang? Apa kamu mau mencarinya ke alamat ini. Jika kamu ingin mencari alamat ini, mari akan ku antar kamu ke tempat ini.”

            Aku hanya diam ketika Alfaro mengatakan itu. Apa dia serius mengatakan itu?

“sayang jika aku ingin ke tempat apakah kau benar – benar tak marah padaku?”

“tidak, untuk apa aku marah padamu. Kamu ingin ke temapat ini mari ku antar sekarang.”

“ya ampun sayang benar kau tak marah padaku? Sebenarnya hatimu terbuat dari apa sih. Kamu begitu sabar menghadapi aku sedikitpun kau tak cemburu.”

“(senyum), dulu aku kan pernah mengatakan bahwa aku ingin kau bahagia dan tak kecewa esok. Aku ingin melakukan itu untukmu.”

“terima kasih buat semuanya, kau terindah.”
           
            Air mataku selalu berlinang ketika Alfaro mengatakan hal seperti itu. Betapa beruntungnya aku memilikinya.

            Kita telah sampai di depan pintu gerbang alamat yang dimaksud. Sebelum aku turun, Alfaro mengatakan sesuatu untukku.

“nah kita sudah sampai di tempat yang ingin kau temui meski kau merasa masih sakit, apa yang ingin kau katakan saat bertemu dengannya? Tapi ingatlah apapun yang ingin kau katakan jangan pernah menyalahkannya atas smuanya yang terjadi. Dalam keadaan seperti ini tak ada yang salah atau benar, yang ada hanyalah sebuah kejujuran yang tertunda dulu. Mari kita turun dan hadapi bersama dan aku juga ingin bertemu dengan sang malaikatmu yang pernah mengisi hatimu dulu meski malaikat ini membuat mu patah hati.”

“iya sayang aku selalu ingat kata – katamu itu.”

            Setelah kita turun dari mobil dan menuju dalam rumah Reza dan tanpa terduga ternyata tak ada di rumah itu dan pembantu Reza mengatakan bahwa Reza berada di rumah sakit untuk pengobatannya. Seketika itu badanku terasa lemas tak kuat untuk menompa badan ini. Langsung Alfaro membantuku untuk bangun dan segera mengajakku menuju rumah sakit. “terima kasih bi, kita pamit dulu.”

            Tanpa berpikir panjang lagi kita menuju rumah sakit yang dimaksud.  Sesampai di rumah sakit kita langsung menuju kamar dimana Reza dirawat. Sebelum ku membuka pintu, aku seperti orang ragu – ragu yang tak tau ingin melakukan apa. Ku buka pintu itu dan terkejutlah aku ketika melihat Reza yang terbaring di tempat tidur itu.

“Reza?” tiba – tiba tanpa ku sadari aku menangis seperti orang yang tak peduli lagi ada orang di sekitar. Kondisi Reza benar – benar diluar dugaanku. Dia begitu lemas tak berdaya tapi masih berusaha untu tersenyum meski itu dipaksakan.

”hai, kenapa kau menangis seperti ini. Aku tak ingin melihat kau menangis seperti ini. Hapuslah air matamu itu. Kau tak pantas untuk menangis, apalagi untuk seorang seperti aku ini. Ini pasti karena aku seperti ini dan kau melihatku dengan rasa kasian. Oh ya ini pasti sang malaikatmu sekarang yang telah baik menjagamu sampai saat ini. Terima kasih ya kamu sudah mau menjaga Nindy sampai sejauh ini, semoga kalian selalu bersama dan aku bahagia jika kalian bahagia. Kau telah bahagia Nindy jika bersamnya jadi jagalah hubungan kalian jangan sampai ada penghalang di antara kalian jika ada penghalang di antara kalian, aku orang pertama yang akan marah dan tak rela dengan hal itu meskipun nanti aku telah jauh.”

            Dan seketika itu Alfaro menjawab percakapan Reza yang membuat hati tersentuh itu. “terima kasih Reza, aku akan selalu menjaga Nindy juga untukmu. Semoga Tuhan memberimu kekuatan dan kesembuhan dan tak seperti ini lagi. Ingatlah Reza Tuhan akan selalu ada bersamamu jadi jangan lelah untuk meminta sesuatu pada-Nya. Tak ada yang mustahil bagi-Nya.

“iya terima kasih ya, aku percaya itu. Aku titip Nindy padamu, aku yakin kamu pasti bisa menjag dia sampai nanti, kau baik dan penuh kasih dan itu yang Nindy butuhkan sekarang. Untuk Nindy terima kasih kau telah mau bertemu denganku saat ini, dan jika ini pertemuan kita yang terakhir kalinya, aku hanya bisa mengatakan maaf dulu aku pernah menyakitimu yang sebenarnya kau tak patut untuk disakiti, karena hanya kata maaf yang dapat kuberikan saat ini.”

“iya ya Reza udah sekarang kau jangan banyak gerak dulu. Istirahatlah untuk pemulihan.”
            Setelah ku mengatakan itu tiba – tiba tak ada suara lagi. Detak jantung monitor pun berubah menjadi garis mendatar, mulai resah ku menatapnya, menatapnya dengan tangisan. Ku teriakkan nama dokter tapi semuanya ternyata sudah terlambat. Reza pergi. Kini dia benar – benar pergi untuk selamanya dan tak pernah kembali lagi di dunia ini. Malaikat bersayap rapuh yang Tuhan kirimkan untukku sekarang benar – benar pergi untuk kembali dan menghadap Tuhan. Tak ada lagi malaikat itu di kehidupanku, malaikat meski bersayap rapuh tapi sang malaikat cinta pertama.

            Ku memagang pundak Reza dengan mengangis yang tiada henti. Merasa kehilangan Reza meskipun menyakiti tapi dia setidaknya pernah ada untuk mengisi hati ini walaupun hanya seperti sekejap mata. Ku memeluk Alfaro dan Alfaro menenangkan ku di samping tubuh Reza yang telah terbujur kaku itu. “terima kasih Reza, aku akan selalu ingat pesan terakhirmu untukku, aku akan selalu menjaga bersama malaikatku saat ini, dan terima kasih selama ini kau telah berusaha untukku meskipun aku tak memperdulikan usahamu akhir – akhir ini untukku.”

            Aku dan Alfaro datang ke pemakaman Reza. Tangisan ini tak bisa berhenti untuknya meskipun tubuh Reza telah di makamkan. Alfaro menenangkanku dengan ucapannya yang dapat menenangkan hati itu. “jika kamu masih menangis, tak apa menangislah sepuasmu aku tak melarang. Janganlah kamu pendam, terasa sakit jika kamu pendam tangisan itu.”

            Seorang ibu tiba – tiba menghampiriku dan Alfaro, ibu itu bertanya sesuatu. Ternyata itu mama Alfaro.

“kamu pasti Nindy ya?”

“iya tante, tante siapa ya?”

“tante mamanya Reza.”

“oh mamanya Reza, iya tante ada apa ya?”

“Nindy, tante cuma mau bilang makasih kamu mau jadi teman Reza meski tante belum pernah bertemu kamu, tapi tante yakin kamu anaknya baik. Reza selalu cerita tentang kamu kalau kamu anaknya selalu ceria, baik, dan tak suka yang aneh – aneh. Saat itu Reza pergi karena ada alasannya dan kamu sekarang udah tau kan alasannya apa kenapa dia pergi, entah kamu tau nya dikasih tau oleh Rezanya langsung atau kamu baru tau setelah kejadian ini tapi tante tante tak peduli akan hal itu, yang terpenting terima kasih kamu telah menjadi teman terhebat untu Reza selama Reza masih hidup.”

            Setengah jam aku dan Alfaro di makam Reza. Aku pulang dengan keadaan masih tak percaya jika Reza akan pergi secepat ini dan dengan cara seperti ini.

“bagaimana apa kamu sekarang masih menyesal kalau kita mencari keberadaan Reza dulu?”

“sempat menyesal, tapi tak untuk sekarang ternyata dia mengirimkan ku surat itu adalah seperti pesan terakhir darinya, kalau saja kamu tidak mendesakku untuk mencari keberadaan Reza mungkin aku sekarang tak bertemu dia dan merasa menyesal sekali untuknya, terima kasih sayang.”

“iya, jangan sekali – kali  kau menyimpan kebencian untuk seseorang terlalu lama, karena itu akan membuat mu sakit sendiri.”

            Ku melihat ke arahnya dengan senyum bahagia dan memegang tangannya dengan maksud mengucapkan terima kasih untuknya.

10
Hari ini kira – kira empat bulan kepergian Reza, dan dua tahun ku bersama Alfaro semakin tak terpisahkan aku dengannya. Sudah terlalu sayang aku dengannya. Tak ada pikiran sedikitpun pikiran akan perpisahan.

“hari ini kita dua tahun menjalani semua bersama, semoga kita selalu seperti ini. Bertahan bersama. Aku ingin kamu selalu denganku malam ini aku ingin kita makan malam bersama, aku jemput jam tujuh malam ya.”

            Malam harinya aku dijemput oleh Alfaro jam tujuh tepat tak kurang tak lebih. Dia mengajakku ke sebuah restoran romantis yang di dalamnya terdapat live musik jazznya. Semakin mengesankan malam ini untukku. Ternyata Alfaro memberiku sebuah cincin sebagai tanda terima kasih karena telah menemaninya selama dua tahun ini. Begitu berharganya apa yang dilakukan Alfaro malam ini untukku.

“terima kasih sayang buat malam yang indah ini. Aku takkan pernah melupakan malam terindah ini.”

“iya sayang sama – sama, meski aku bukan cinta pertama yang kamu punya tapi aku tetap ingin berusaha yang terbaik untuk menjadi pelabuhan cinta terakhir untukmu. Semoga kapal hatiku ini bisa selalu berlabuh di pelabuhan hatimu dan takkan pernah terganti oleh kapal lainnya.”

Ucapan Alfaro itu seketika membuatku kaget tak menyangka kalau dia akan mengatakan hal seperti itu. Tapi itu yang ku suka darinya, dia selalu jujur untukku tanpa pernah ada kebohongan.

            Dua jam aku menghabiskan waktu dengannya, waktu yang tak terasa dan berputar cepat jika menikmati waktu dengan seseorang yang kita sayangi.

            Sampai di depan rumah sebelum ku turun dari mobil. Sekali lagi ku ucapkan terima kasih untuk malam yang indah ini yang telah Alfaro berikan untukku. semoga kita seperti ini terus. “selamat malam sayang, aku akan selalu sayang kamu.”

“ini untuk pertama kalinya aku benar – benar sayang sama seseorang. Jangan pernah kecewakan aku. Aku tak bisa jika kau sakiti dan ini utuk pertama kalinya aku mendapatkan kenyaman bila bersama seseorang.”

            Di kamar ketika ku melihat handphone seperti biasa Alfaro memberikan seuntai kalimat. “ketika kamu merasa kesepian ingatlah ada bintang yang terang di atas arsiran hitam yang akan menemani, sagu bulan terang juga ingin menemanimu jika kau mengizinkan untuk bulan bersamamu juga, karena jika ingin bersamamu bulan dan bintang harus memiliki keberanian. Tapi bulan dan bintang memiliki sejuta kejutan dan rahasia bila kau ingin mencari rahasia itu. Percayalah rahasi itu akan terpecahkan jika kau percaya dan berusaha. Tapi kau selalu menjadi matahari penerang di kehidupanku, tinggal bagaimana saja aku bisa menyayangi sang matahari kehidupanku dengan caraku sendiri.”

Keesokan harinya tak ada kabar dari Alfaro tapi aku mencoba untuk berpikiran positif, coba akan ku tunggu samapai nanti sore semoga dia memberi kabar. Ku menunggu sepanjang hari masih saja tak ada kabar darinya. Ada apa dengannya kok tiba – tiba menghilang. Hingga ku menunggu beberapa hari masih saja tak ada kabar darinya. Ada apa dengannya ya Tuhan? aku mencoba menghubunginya tapi  tak bisa. Aku mulai khawatir untuknya.

Aku meminta Diffani untuk menemaniku ke rumah Alfaro bermaksut untuk ingin tau mengapa dia tak ada kabar selama beberapa hari ini. Setiba di rumah Alfaro, aku dan Diffani kaget karena ruah Alfaro tak seperti biasanya ramai orang seperti itu. Aku masuk dengan hati tak tenang dan bertanya – tanya “sebenarnya ada apa ini.”

”permisi saya mau cari Alfaro, apakah Alfaro ada?”
 “iya ini dengan siapa ya.”
“saya Nindy om, pacar Alfaro.” Ternyata yang aku ajak ngobrol omnya Alfaro.
“oh Nindy, iya Nindy silahkan masuk Alfaro ada di dalam.”
            Ketika ku masuk ke dalam rumah Alfaro betapa terkejutnya aku ketika melihat Alfaro duduk bersandar di kursi roda. Shock dan panik yang ku rasakan sekarang. Aku menangis tak bisad itahan air mata ini. Ku menangis di depan Alfaro dan memeluknya.
“kamu kenapa menangis, tak usahlah bersedih, ini sudah menjadi  takdir Tuhan aku harus seperti ini. Kamu sekarang bukan saja akan memiliki malaikat bersayap rapuh tapi kamu akan memiliki malaikat yang tak bersayap.”
“tidak, kamu tetap malaikat bersayap utuh yang dikirim Tuhan untukku. tapi kenapa kamu tak pernah cerita tentang ini semua, kamu dulu mengatakan takkan pernah ada rahasia diantara kita, tapi kenapa kamu merahasiakan semua ini kepadaku. Apa aku sudah tak berarti lagi dimatamu sampai kamu merahasiakan ini semua.”
“aku takut, aku takut bila kejadian seperti ini. Aku tak ingin melihat tetesan air matamu lagi, aku hanya ingin melihat senyuman indah milikmu itu.”
“ya sudah lupakan. Aku tetap sayang kamu. Aku akan menemanimu sampai kapanpun. Aku akan menemnimu sampai kamu sembuh dan kita bersama – sama lagi seperti dulu dan aku janji akan selalu berada di sampingmu kemanapun kamu mau.”
“terima kasih sayang.”
“kita kan bersama dan akan selalu seperti itu. Mulai sekarang bila kamu ingin ke rumah sakit untuk mengecek kesehatanmu biar aku yang menemanimu.”
“kamu lihat cincin ini yang kamu berikan untukku, ini adalah janji mu untukku. kamu pasti kuat. Janji mu dalam cincin ini akan selalu ada. Kamu akan menepati janjimu itu meskipun aku harus bersusah payah untuk meminta janjimu itu. Aku tak peduli lagi dengan semua derita yang kau punya. Bagiku ini buka sebuah penderitaan tapi ini adalah sebuah cobaan, karena Tuhan sayng kita. Tuhan ingin menguji seberapa sabarkah dan seberapa saling pedulikah kita, jadi aku akan selalu sabar menantimu dan menjagamu hingga kau bisa duduk di bawah langit hitam bercorak bintang – bintang dan aku di sana bersandar di pundakmu tanpa ada lagi tetesan airmata.”
            Aku menemani Alfaro hingga malam tiba, tak terasa jam terlalu cepat untuk berputar. Aku meninggalkan Alfaro untuk kembali ke tempat berteduhku dan aku berjanji padanya untuk esok aku akan kembali untuk menemaninya sepanjang hari.
            Malam harinya aku mengirim sebuah pesan untuk Alfaro. “ketika ketidak jujuran menjadi masalah, tak ada sedikitpun kepercayaan. Melihat sedikit kebohongan rasa sakit muncul. Melihat suatu hal yang menyakiti, melihat suatu yang membuat hati patah dapat memiliki suatu yang aneh. Aneh yang kurasakan ketika melihat sesuatu yang tak ingin ku lihat, tapi mengapa mata ini tetap saja ingin melihatnya sakit? Pasti. Patah? Tentu saja. Obatpun langka dicari.”
“maaf aku tak jujur, aku tak tau akan  seperti ini, aku tak berpikir jika kamu akan mengkhatirkanku seperti ini. Makasih dan maaf aku sudah tak bisa jujur untuk ini. Setelah ini aku janji hanya ada kebahagiaan dan kejujuran tak ada lagi kebohongan yang ku pendam.”
            Keesokan harinya setelah kuliah selesai, aku langsung menuju ke tempat Alfaro bermaksud untuk merawatnya untuk hari ini. Ku melihat dia sedang duduk bersandar di kursi rodanya. Aku menahan air mataku agar tak jatuh untuknya.
“hai sayang, bagaimana kabarmu hari ini, sudah makan belum. Aku bawa makanan untukmu, kita makan bersama yuk.”
            Dia menjawab sapaan ku dengan nada lemas seperti orang tak bertenaga. “hai, sempurna tak kurang sedikitpun. Kebetulan aku belum makan.”
“(senyum), okey aku suapin ya. Tapi harus habis hlo awas aja kalo gak habis.”
“iya sayangku.”
            Setelah makan Alfaro mengatakan sesuatu padaku.
“sayang.”
“iya.”
“aku minggu depan mau operasi, apakah kamu mau menemaniku sampai operasi selesai?”
“segitu cepatkah sayang kau ingin melakukannya.”
“iya sayang aku ingin, karena aku ingin menepati janjiku untukmu. Menemanimu di bawah percikan sinar bintang.”
“iya sayang aku akan selalu mendampingimu hingga selesai. Kamu pasti kuat meski ku tau tanpa aku mengatakan itu kamu kuat menghadapi semua ini. Kamu ada lelaki yang sempurna. Tuhan menciptakanmu untuk menyempurnakan dunia, terutama di duniaku. Semangat ya sayang doaku selalu meyertaimu.”
“makasih atas support yang kamu berikan untukku. itu sangatlah berarti untukku.”
            Hari ternyata terhitung cepat. Tak terasa sudah seminggu. Hari ini saatnya dia melakukan hal yang paling membuat kegelisahan dan kekhawatiran muncul. Aku meminta Diffani untuk mengantarku ke rumah sakit untuk memberi semangat sebelum di melakukan operasi. Tepat waktu sebelum dia masuk ke ruang operasi. “semangat ya sayang, ingatlah Tuhan akan selalu ada di sampingmu, Tuhan akan melindungimu. Tak usah gelisah karena Tuhan akan menolongmu slalu.”
“iya sayang terima kasih, aku yakin itu.”
            Aku menunggu di luar ruang operasi dengan perasaan gelisah seperti orang bingung gak karuan. Udah hampir tiga jam ku menunggu belum ada berita. Lampu merah di ruang operasi belum berubah menjadi hijau. “ya Tuhan ku mohon selamatkan dia, aku tak ingin kehilangannya. Aku tak ingin kehilangan orang yang aku sayangi untuk kedua kalinya. Sudah cukup terjadi pada Reza, aku tak ingin Alfaro juga menerimanya. Jika kau ingin mengambilnya kali ini, inikah cara-Mu Tuhan untuk menunjukkan keadilan-Mu. Tapi tolong Tuhan jangan ambil dia dariku, aku masih membutuhkannya dan ingin selalu bersamanya.”
            Akhirnya setelah menunggu hampir lima jam, lampu berubah menjadi hijau. Pertanda operasi telah selesai dan berhasil. “terima kasih Tuhan, inilah kuasa-Mu yang telah kau berikan padaku. Aku janji akan menjaganya hingga nanti, esok, dan selamanya. Aku takkan mengecewakannya.”
            Ku menunggu saat dia dibawa ke ruang perawatan. Butuh waktu semalaman kira – kira untuk menantinya. Aku terus melihatnya dari balik  jendela, dengan setengah sadar dia berkata “aku tak apa, aku baik – baik saja. Tak usah khawatir, aku akan menyusulmu disitu.” Terpejamlah matanya setelah mengatakan itu. Untuk semalaman aku pun tak bisa tidur. Diffani terus menemaniku. Dia menemaniku begadang pula semalaman.
            Keesokan harinya sekitar pukul delapan pagi, akhirnya Alfaro akan dipindah ke ruang perawatan. Betapa lega hati ketika melihatnya. Di ruang perawatan aku berbicara banyak dengannya.
“betapa khawatirnya aku ketika melihat kamu sempat tak ada kemarin di ruang operasi. Ku menunggumu hampir lima jam dengam rasa takut dan gelisah.”
“tapi tidak kan. Aku sekarang ada di sini untukmu sekarang, karena aku mempunyai janji denganmu, dan untuk Diffani makasih ya kau mau menemani Nindy sang matahariku. Kau adalah sahabat terindah yang Nindy punya. Sekali lagi makasih ya atas semuanya.”
            Untuk beberapa hari ini aku bolak balik rumah sakit karena ingin merawat Alfaro. Aku ingin dia cepat pulih. Semakin hari semakin menunjukkan perubahan, perubahan yang membaik. Kalau seperti ini terus aku yakin pasti dalam tiga hari, Alfaro akan pulang.
            Ternyata empat hari, tak apalah tambah sehari saja. Mobil jemputan Alfaro pun datang. Di dalam mobil Alfaro mengatakan sesuatu “maaf Nindy aku belum bisa mengajakmu ke tempat taburan bintang itu karena aku masih butuh pemulihan, tapi aku janji begitu pulih aku akan mengajakmu ke tempat itu.”
“sudahlah jangan kamu pikirkan hal itu. Aku tak masalah, yang harus kamu pikirkan sekarang adalah kesehatan dan pemulihanmu supaya kita bisa menikmati bintang bersama lagi.”
            Berselang seminggu kemudian, Alfaro telah selesai dari masa pemulihannya, dan dia mengajakku ke tempat itu sesuai dengan  janjinya seminggu yang lalu. Saat aku duduk di sampingnya, nyaman yang kurasakan.
“Aku telah menepati janjiku. Aku telah mengajakmu ke bawah langit hitam bertabur bintang dengan aku disampingmu dan kamu bersandar di pundakku. Aku bisa disini juga berkat dukungan darimu dan doa yang tak putus darimu pula.”
“iya kau sudah menepati janjimu, terima kasih kau telah menepati janjimu. Sayang aku mohon ya jangan pernah tinggalin aku. Aku terlalu sayang kamu. Aku terlalu takut kehilanganmu”
“iya sayang pasti, aku juga.”
            Aku dengannya menikmati jutaan bintang dengan cinta kita yang tak pernah hilang sedikitpun seperti bintang – bintang di langit.